Sektor Industri AS Masih Rawan, Tiongkok Belum Akui Pemaksaan Transfer Teknologi

- Kamis, 16 Januari 2020 | 14:54 WIB
-
-

WASHINGTON – Kesepakatan dagang AS-Tiongkok fase pertama resmi sudah. Kemarin (15/1) waktu lokal, dua negara adidaya itu menandatangani perjanjian untuk melakukan perdagangan bilateral lebih adil. Namun, banyak juga yang merasa tak diuntungkan.

Menurut CNBC, upacara resmi penandatanganan dijadwalkan pukul 11.30 waktu setempat atau 23.30 WIB tadi malam. ’’Tentu saja saya senang jika detail perjanjian mengandung konsesi signifikan Tiongkok yang dirahasiakan. Tapi, saya juga sudah siap jika dokumen lengkapnya justru mengecewakan,’’ kata Scott Kennedy, pakar isu ekonomi AS-Tiongkok dari Center for Strategic and International Studies.

Rezim Presiden AS Donald Trump memang tak pernah memilih jalur konvensional. Biasanya, kesepakatan dagang dibahas Kongres sebelum bisa disepakati. Pemangku kepentingan lainnya seperti pebisnis, petani, dan pengacara bisnis juga mendapat kesempatan untuk meneliti isi perjanjian sebelum diresmikan.

Namun, Trump maupun pemerintah Tiongkok menutup rapat dokumen yang dikabarkan terdiri atas 80 halaman itu. Gedung Putih hanya memastikan bahwa Tiongkok bersedia memenuhi tuntutan utama AS. Yakni, menghentikan praktik pencurian kekayaan intelektual.

Clete Willems, rekanan dari Akin Gump, mengatakan bahwa Tiongkok setuju untuk menghukum perusahaan yang mencuri rahasia dagang atau aset intelektual. Yang belum disetujui adalah pencegahan upaya peretasan perusahaan AS.

’’Yang menjadi masalah, Tiongkok belum mengakui ada upaya pemaksaan transfer teknologi. Itu berarti Tiongkok menganggap praktik dan sistem selama ini tidak melanggar apa pun,’’ ungkap Derek Scissors, peneliti American Enterprise Institute, kepada New York Times.

Belum lagi isu subsidi berlebihan pemerintah dan strategi dagang dumping yang belum selesai. AS justru mendapatkan komitmen pembelian barang USD 200 miliar (Rp 2.735 triliun) dalam dua tahun ke depan. Menurut Trump, hal tersebut bakal mengurangi defisit besar dagang yang dialami AS selama satu dekade terakhir.

’’Janji jangka pendek dari Tiongkok tak akan menyelesaikan masalah di masa depan,’’ ungkap senator Chuck Schumer, politikus Demokrat, seperti dilansir Fox News.

Memang, AS masih punya waktu untuk membenahi isu dagang lainnya. Kabarnya, ada dua fase lagi dalam runtutan kesepakatan dagang. Yang menjadi masalah, Trump menandakan bahwa fase kedua pun bakal diketok setelah pilpres November nanti.

Artinya, industri AS yang terkait dengan tarif impor lama belum bisa berkembang. Salah satunya industri produsen bahan kimia. Bahan baku mereka merupakan salah satu komoditas dari kelompok barang senilai USD 360 miliar (Rp 4.924 triliun).

’’Saat ini kami beri tahu anggota untuk tak berharap tarif dicabut dalam waktu dekat. Ini sudah menjadi status quo buat kami,’’ ujar Ed Brzytwa, direktur perdagangan internasional American Chemistry Council, kepada CNN. (bil/c19/sof)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X