BPJS Kesehatan Berpotensi Langgar Tiga Aturan Perundangan

- Kamis, 16 Januari 2020 | 14:05 WIB
ilustrasi layanan BPJS Kesehatan
ilustrasi layanan BPJS Kesehatan

JAKARTA-- DPR masih bersikukuh menolak kenaikan iuran bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) golongan mandiri kelas III. Opsi subsidi pun terus didorong. Padahal, dari sisi hukum tak ada peluang. 

Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menjelaskan, setelah ditelaah, pengalihan surplus dana jaminan sosial (djs) pada subsidi peserta mandiri kelas III tidak punya basis hukum yang kuat. Bahkan, jika dilakukan justru berpotensi terjadi pelanggaran. 

Dia menjabarkan, dalam Undang-undang nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) misalnya.  Jelas disebutkan di Pasal 1 angka 10, iuran merupakan sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. "Tidak dikenal iuran dengan cara pengalihan surplus seperti rekomendasi DPR," ujarnya dalam acada ngopi bareng JKN, di Jakarta. 

 Hal itu juga diperkuat di Pasal 17. Di mana, pembayaran iuran dilakukan oleh peserta, pemberi kerja, atau pemerintah bagi yang tidak mampu. "Jadi jelas, di 51 pasal di UU SJSN tak membuka peluang pengalihan surplus tersebut," tegasnya.   

Peluang tersebut juga tertutup rapat ketika ditelaah dari UU nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Menurut Bayu, BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembayaran selisih kenaikan iuran peserta mandiri kelas III dengan menggunakan surplus djs. "Tugas BPJS itu tujuh, terkait iuran ada tiga. Melakukan pendaftaran peserta, mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, serta menerima dari pemerintah. Gak ada itu pengalihan tadi," paparnya. 

Penggunaan aset djs ini, lanjut dia, sebetulnya sudah jelas aturannya. Disebutkan di pasal 43 ayat 2 UU BPJS, aset hanya boleh digunakan untuk bayar manfaat, dana operasional dan instrumen invetasi. "Diluar itu dilarang, termausk pengalihan tadi. Pun di pp 87/2013 sudah jelas," ungkapnya. 

 Menurut dia, jika semua pihak tetap memaksakan justru akan melanggar ketiga aturan tersebut. Direksi BPJS kesehatan sebagai penanggungjawab terancam sanksi berat. Yakni pidana 8 tahun dan denda Rp 1 miliar seperti yang tercantum dalam pasal 53 UU BPJS.  "Jika tetap dilakukan, maka ini termasuk tindakan sewenang-wenang," katanya.  

Di sisi lain, Pakar Asuransi Sosial Chazali Situmorang  menilai, sejatinya tak ada istilah profit dalam jaminan sosial. Begitu juga istilah surplus. Karena begitu ada selisih antara iuran dan klaim, maka dana  langsung dialokasikan untuk cadangan teknis, Inacbgs, atau pengurangan iuran nantinya.

"Sistem iuran dengan manfaat prinsipnya adalah keseimbangan. Kalau akhir tahun, manfaat bisa dipenuhi, harus dihitung kembali apakah cadangan teknis sudah. Kalau sudah, bagaimana inacbgs dan seterusnya," papar mantan ketua dewan jaminan sosial nasional (DJSN) tersebut. 

Menyoal pemberian subsidi bagi peserta mandiri kelas III, Chazali tak setuju. Menurut dia, sangat tudak logis ketika iuran orang mampu justru dibawah PBI.  "Alasannya karena yang kelas III banyak yang gak mampu. Ya masukin pbi, dibayar pemerintah. Bukan pengalihan surplus djs," ungkapnya. 

Tapi menariknya, kata dia, jika memang peserta mandiri kelas III merupakan warga tak mampu berarti ada yang salah dengan data PBI. Kemudian, yang sedikit lucu ketika data BPS menyebut jumlah masyarakat miskin di Indonesia sebesar 25,4 juta sementara jumlah PBI mencapai 133 juta. "Jadi harus didetilkan lagi kriterianya apa ini," tuturnya.

Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin  turut menyoroti fenomena turun kelas peserta JKN. Ia menanggapinya santai. Menurut dia, kalaupun ada peserta turun kelas, jumlahnya tidak banyak. "Dan menurut saya tidak menjadi masalah jika mau turun kelas. Ya (sesuai, Red) dengan kemampuannya," katanya di kantor Wakil Presiden (15/1).

Dengan adanya pasien turun kelas lebih rendah, misalnya menjadi kelas III, ada kekhawatiran penumpukan pasien kelas III di rumah sakit. Terkait potensi adanya penumpukan pasien di kelas III, Ma'ruf mengatakan pemerintah sudah menyusun sejumlah strategi. Diantaranya adalah pemerintah akan terus menambah fasilitas-fasilitas layanan kesehatan. 

Ketua Umum MUI itu juga mengatakan sudah diatur ketentuan pelayanan kesehatan berjenjang. Mulai dari tingkat pertama sampai ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. "Nah biasanya kan kalau antrian panjang itu ngumpul tidak melalui jenjang," jelasnya. Untuk itu dia berharap masyarakat supaya menjalankan aturan layanan kesehatan berjenjang itu. Kecuali pada kondisi darurat, peserta BPJS Kesehatan bisa langsung ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X