SAMARINDA–Proyek crossing drainase gorong-gorong kotak (box culvert) di Jalan PM Noor sampai Jalan DI Panjaitan masih proses pengecoran. Sedangkan gorong-gorong di depan Masjid Babul Hafazah sudah rampung. Bahkan, telah diaspal plus pemagaran masjid.
Namun, masih ada galian drainase selebar 8 meter yang membelah jalan tersebut menyerupai “danau” eks banjir pekan lalu. Belum terlihat proses pembuatan beton. Dampaknya pun macet saat jam-jam sibuk.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Samarinda Rosnayadi Novida mengatakan, proyek tersebut saat akhir Desember 2019 progres sudah mencapai 57 persen. “Pembangunan drainase itu diadendum 50 hari. Saat ini progresnya sudah mendekati 100 persen,” ujarnya.
Dia mengatakan, proyek drainase selebar 8 meter tersebut dari APBD 2019 itu hanya sekitar 60 meter. Jaringan drainase itu hanya membelah separuh Jalan DI Panjaitan (samping Masjid Babul Hafazah).
“Jika sudah sampai median jalan tersebut progresnya sudah mencapai 100 persen. Nah, separuh jalannya lagi hingga sampai Jalan Bukit Alaya. Alokasinya di APBD 2020 ini,” tuturnya.
Kendala dalam pekerjaan proyek tersebut, ada pipa-pipa PDAM yang rusak karena terkena galian ekskavator. Ada pula kabel listrik yang putus, namun tak terlalu banyak. “Kendalanya hanya pipa PDAM banyak putus,” jelasnya.
Pengamat Hukum Unmul Herdianzah Hamzah mengatakan, pekerjaan drainase jelas sangat terkendala saat curah hujan ini sedang tinggi. Saluran yang tadinya dikeruk dengan ekskavator pasti menimbulkan genangan.
“Pekerjaan terhambat, pasti menggunakan pompa agar jaringan drainase tak ada genangan. Kalau kering baru bisa dilakukan pengecoran. Sementara proyek ini juga dikejar waktu dari adendum 50 hari,” ujarnya.
Salah satu persoalan pada proyek tersebut, seharusnya PPK bisa mempertimbangkan jika progres tidak sesuai dengan klausul kontrak, pekerjaan diputus sepihak dan kontraktor dikenakan penalti. “Jika diputus kontrak rekanan kontraktor di-blacklist sebagai efek jera, agar kejadian serupa tidak terjadi ke depannya,” ucap dia.
Selain itu, proyek tersebut harus ditelusuri kemungkinan adanya persekongkolan jahat yang merugikan keuangan negara. Karena lazimnya proyek-proyek infrastruktur yang lama pekerjaannya atau ada yang mangkrak diduga karena ada masalah soal lalu lintas anggaran. “Ini yang sering jadi bancakan,” tuturnya.
Untuk diketahui, proyek yang dilelang pada 2019 ini senilai Rp 4,6 miliar dengan volume galian drainase 1.959 m3, ada pula timbunan pilahan berbutir 248 m3, lapis perekat (aspal cair) 75 liter, lembar aspal 500 m2, beton mutu sedang fc 25 Mpa (precast/pra-cetak), beton mutu sedang fc 25 Mpa-In Situ (cetak di lokasi), baja tulangan U39 ulir 96,646 kg, hingga fondasi cerucuk.
Berdasarkan garis biru terang dokumen proyek yang diperoleh media ini, drainase selebar 8 meter (box culver) itu membentang dari Jembatan I hingga Jembatan II (Jalan PM Noor), hingga di depan masjid, sampai membelah Jalan DI Panjaitan.
Dari jalan dua jalur tersebut lebar box culver hanya 4 meter (hingga sisi jalan simpang Bukit Alaya). Diperkirakan panjang drainase itu sekitar 200 meter.
Sebelumnya, Kepala Dinas PUPR Samarinda Hero Mardanus mengatakan, pada akhir Desember 2019, pemilik batching plant (ready mix) kehabisan semen. Menurut dia, semen langka di Samarinda. “Hal ini yang membuat beberapa proyek diadendum (perpanjangan masa kontrak) selama 50 hari,” tuturnya. (adw/kri/k8)