HONG KONG – Chief Executive Carrie Lam berupaya mempertahankan status Hong Kong sebagai pusat keuangan global. Senin (13/1) Hong Kong kembali menggelar perhelatan tahunan Asian Financial Forum. Lam pun menegaskan bahwa Hong Kong bakal melewati krisis yang dialami saat ini.
Dia mengakui, saat ini Hong Kong menghadapi dua tantangan besar. Pertama, demonstrasi anti-pemerintah yang mengakibatkan kinerja domestik kacau. Kedua, perang dagang AS-Tiongkok yang membuat ekonomi dunia lesu. Namun, dia mengatakan bahwa pemerintah Hong Kong masih bertahan. Terutama di industri finansial yang selalu menjadi kebanggaan pulau tersebut.
“Jika tak bisa mengubah arah angin, kami masih bisa menyesuaikan layar,” ujarnya pada pembukaan forum di Wan Chai, Hong Kong, menurut South China Morning Post.
Unjuk rasa anti-pemerintah berawal dari protes RUU Ekstradisi pada medio 2019. Namun, protes tersebut berlanjut meski pemerintah sudah mencabut RUU itu. Kini Hongkongers meminta agar pemerintah Hong Kong bisa menghelat pemilu langsung untuk pemimpin baru.
Meski demikian, Lam mengungkapkan bahwa masalah tersebut tak akan membuat industri keuangan Hong Kong goyah. Menurut dia, pemerintah sudah belajar banyak menghadapi krisis moneter pada 1998. Perempuan berusia 62 tahun itu juga optimistis perpecahan di Hong Kong tak akan bertahan selamanya.
“Dengan berbagai upaya dari pemerintah dan masyarakat, saya yakin kami akan membangun jembatan di atas perbedaan,” ungkap Lam seperti dilansir New York Times.
Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan mengatakan, sistem perbankan di Hong Kong masih berjalan lancar selama masa unjuk rasa. Dia juga mempertimbangkan untuk memasang pajak yang lebih kompetitif guna mengundang lebih banyak investor.
Industri keuangan merupakan satu-satunya penyokong saat Hong Kong mengalami resesi pertamanya dalam 10 tahun terakhir. Hang Seng Index terus bergairah sejak Juli lalu. Sementara itu, nilai dolar Hong Kong tercatat tertinggi selama tiga tahun terakhir.
Wakil Kepala Securities and Futures Commission Julie Leung menuturkan bahwa pasar keuangan Hong Kong sudah mendapatkan ujian tekanan tinggi selama enam bulan terakhir, tetapi tetap mencetak hasil yang baik.
Mohamed Hasan, perwakilan dari perusahaan India Transvision Shipping, menilai upaya Hong Kong untuk merayu investor tak akan mudah. Menurut dia, minat pemodal sudah merosot karena demo anti-pemerintah yang berkepanjangan.
Apalagi, perusahaan Tiongkok, rekan bisnis terbesar Hong Kong, kini enggan berkunjung ke sana. Mereka lebih memilih pergi ke Makau atau Shenzen untuk melakukan pertemuan bisnis. Padahal, Hong Kong sebelumnya menjadi istimewa karena berperan menghubungkan Tiongkok dengan investor global.
“Bagaimana bisa bisnis berkembang kalau transportasi terganggu (saat demonstrasi terjadi),” ucapnya. (bil/jpg/rdh/k18)