Semen biasa butuh waktu 28 hari untuk bisa kuat optimal. Sotya Astuningsih berhasil membuat semen yang bisa kuat dalam waktu 5 jam sampai 3 hari saja. Semen bernama Geo Fast itu juga ramah lingkungan karena dibuat dari limbah.
Moh. Hilmi Setiawan, Depok, Jawa Pos
SAMPAI namanya dipanggil sebagai peraih BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Innovator Awards 2019, Sotya Astuningsih benar-benar tidak memiliki bayangan menjadi pemenang. Dia tahu masuk dalam tiga nomine penerima penghargaan tahunan tersebut. Tapi sedikit pun tak menyangka dirinyalah sang jawara.
Pengumuman berlangsung pada 9 Desember lalu. Setelah acara, dengan bahagia dosen Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia itu memasang namanya di wall of fame BPPT. Di dinding itu terpajang nama-nama peraih penghargaan tahun sebelumnya.
Ditemui di ruang kerjanya di gedung Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik UI, Sotya menunjukkan dua beton hasil cor dengan menggunakan semen karyanya. Beton dengan bobot masing-masing 3 kg itu berbentuk balok dan silinder. Beton dibentuk silinder karena di tengahnya ada kabel sebagai alat penimbang.
’’Ini sudah paten. (Namanya, Red) Geo Fast,’’ kata perempuan kelahiran Jogjakarta, 10 Mei 1967, tersebut.
Sesuai dengan namanya, semen itu bisa mengeras lebih cepat dan kuat jika dibandingkan dengan semen konvensional. Menurut Sotya, semennya bisa kuat dalam tempo 5 jam dan maksimal 3 hari.
Dia menegaskan, istilah yang tepat bukanlah semen cepat kering. Tetapi mencapai kekuatan maksimal. ’’Sebelumnya kan lembek, belum ada kekuatannya. Kemudian berangsur menjadi kuat,’’ jelasnya.
Semen konvensional pada umumnya mencapai kekuatan optimal setelah penggunaan 28 hari. Sebetulnya bisa di-setting supaya lebih cepat, tetapi dibutuhkan bahan tambahan yang biasa disebut akselerator. Namun, dengan adanya bahan itu, otomatis dibutuhkan biaya tambahan.
Semen Sotya bisa lebih cepat kuat karena bahan dasarnya. Semen konvensional umumnya menggunakan bahan baku batu kapur. Sementara semen Sotya berbahan dasar limbah smelter slag alias terak.
Sotya memperkirakan, Geo Fast berhasil memikat juri karena bisa memberikan dampak positif bagi bangsa Indonesia. Apalagi, saat ini pemerintah gencar membangun infrastruktur seperti jalan raya dan gedung.
Perempuan yang mengawali karir sebagai dosen UI pada 1992 itu menuturkan, semennya bisa menjaga kelestarian alam alias ramah lingkungan. Tidak perlu menambang batu kapur. ’’Dengan menggunakan limbah ini, sudah mampu memberikan solusi pemanfaatan limbah,’’ ungkapnya.