TANJUNG REDEB- Aksi demo kembali digelar pemuda, mahasiswa, dan beberapa buruh di depan halaman kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Jalan APT Pranoto, pukul 10.00 Wita (13/1).
Disambut Kepala DLHK Berau Sujadi beserta jajarannya, petugas keamanan dari Polres Berau dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Berau berjaga.
Menuntut kepada DLHK menggunakan cara metodologi penelitian yang objektif dan komprehensif, dengan menguji sampel pada seluruh perusahaan di sempadan bantaran Sungai Segah (perusahaan sawit dan tambang).
Selain itu, dalam tuntutan, meminta DLHK menguji unsur fospor dan nitrogen dari sampel tanah, air dan sedimen lumpur pada perusahaan di sempadan Sungai Segah. Tidak hanya itu, mereka juga meminta DLHK agar mengkaji pencemaran lingkungan yang tidak lepas dari korelasi antar peristiwa tahun 2015 sampai 2020.
Iwan Tirta, koordinator lapangan menegaskan, kedatangan mahasiswa dan perwakilan pemuda mempertanyakan mengapa hanya KLK Group yang menjadi tersangka, sedangkan banyak perusahaan di sepanjang sempadan Sungai Segah.
Mereka menginginkan pengujian dilakukan di semua perusahaan, agar lebih objektif. Pasalnya, hasil laboratorium masih lemah, tidak disertai basis data, dan tidak memiliki acuan pada hasil objek penelitian.
"Jangan sampai setelah DLHK menanggapi hal ini masih saja lemah, masih juga tidak dengan basis data. Seandainya DLHK objektif menguji, kondisi di perkebunan lain pasti juga tinggi. Pertanyaannya, kenapa tidak dilakukan pengujian di kebun lain,” tegasnya.
Menjawab aspirasi yang disampaikan, tutur Sujadi, pada dasarnya terkait menguji secara merata selain sampel di kawasan KLK Group, pihaknya ke depan akan kembali melakukan monitoring lebih intens di perairan Sungai Segah. "Kami juga tadi sudah berikan kepada mereka hasil pemeriksaan laboratorium dari kami. Sama halnya dengan hasil yang kami publish bersama media beberapa waktu lalu," paparnya.
Yang jelas, untuk sumber pencemaran, ada di dua water great di seputaran perusahaan KLK Group sesuai hasil laboratorium dari pakar. "Artinya harus ada tata kelola dari air kebun dan seperti yang disampaikan bagian ekologi, jangan terlalu banyak water great," bebernya.
Terkait hasil kajian dari IPB bersama Polres Berau, pihaknya akan merespons. Jadi, nanti ada kajian-kajian yang harus diikuti perusahaan. Menurut Sujadi, hasil itu akan menjadi masukan untuk DLHK dan menjadi evaluasi perusahaan. (*/oke/dra2/k16)