Membaca. Budaya yang kini mulai punah. Menyulut semangat sebuah komunitas. Demi tetap membumikan literasi.
Di atas sebuah banner bekas berukuran 3x2 meter, buku-buku berderet rapi. Mulai dari novel hingga komik. Beberapa majalah anak-anak jadul yang sudah tak produksi pun ada.
Tak hanya anak-anak, dewasa pun ikut mampir. Meski, beberapa ada yang sekadar melirik ke deretan buku tersebut.
Lapak baca yang tersedia ini adalah usaha salah satu komunitas di Balikpapan. Tujuannya sederhana, untuk melestarikan budaya membaca. Komunitas ini menyebut diri mereka Gembel (Gemar Belajar) Balikpapan.
13 Maret 2017 merupakan langkah awal komunitas Gembel. Tiga belas orang dengan visi yang sama, bersama-sama mengadakan sebuah kegiatan.
Tepatnya setiap Sabtu sore, di Taman 3 Generasi, Balikpapan. Lapak baca yang mereka buka diperuntukkan semua usia.
Awalnya, lapak mereka dibuka dekat dengan tempat sampah. Agar lapak ini mendapat sedikit perhatian dari masyarakat. Ternyata, respons yang didapat cukup memuaskan. Sebanyak 15 sampai 25 anak menjadi pembaca setia di lapak baca tersebut.
“Di kampung halaman saya, semangat bacanya itu tinggi. Jadi saya bawa semangat itu ke sini,” ujar Febri Adi Prasetio, salah satu founder Gembel Balikpapan.
Dia berkisah, dirinya sempat berdiskusi dengan rekan-rekannya dari Jawa dan Sumatra. Dalam forum mereka, yakni Sering Sharing. Membahas tentang akan dibawa ke mana literasi Indonesia. Literasi on the spot di kawasan kota pun jadi solusinya.
Kini, pemuda kelahiran Gunung Intan 22 Februari 1997 ini menjadi satu-satunya yang mengurus lapak baca di Balikpapan. Sedangkan anggota lainnya menyebar di beberapa daerah di Indonesia. Menjalankan kegiatan yang sama, yakni lapak baca buku.
“Harapan saya, saya tinggalin di rumah. Yang saya punya cuma mimpi besar. Masa depannya orang-orang yang nggak sempat baca buku atau mendapat pendidikan yang layak bisa belajar bareng kami di sini. Ayo saling berbagi,” jawabnya saat disinggung tentang harapan.
Menurut Febri, masyarakat tak akan kalah dari perkembangan teknologi dengan saling berbagi satu sama lain. Ia juga berkata, apabila suatu saat dirinya harus hijrah ke kota lain, dirinya berharap anak-anak yang sering berada di lapak baca akan melanjutkan perjuangannya.
“Mungkin 20 tahun nanti, ketika literasi tidak baik-baik saja, adik-adik ini yang akan jadi penyelamat. Itu harapan besar saya,” tutup pemuda 22 tahun ini. (*/okt/ms/k15)