Ratusan kapal dengan ribuan nelayan pantura antusias berangkat ke Natuna asal diberi kemudahan perizinan dan subsidi bahan bakar serta kepastian pembeli. Tapi, nelayan setempat mengingatkan, mesti ada titik temu dulu soal alat tangkap dan wilayah tangkapan.
SAHRUL YUNIZAR, Jakarta-Agus Dwi Prasetyo, Natuna, Jawa Pos
OMBAK masih tinggi. Menghantam bermacam kapal yang berlalu-lalang di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, Natuna Utara. Tingginya 4–5 meter.
Belum lagi angin yang bertiup kencang. Dengan kecepatan mencapai 20 knot.
Tapi, gambaran kondisi perairan Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, itu sama sekali tak membuat gentar Riyono. ’’Ada 455 kapal yang sudah siap (berangkat),” kata ketua Aliansi Nelayan Indonesia itu.
Ratusan kapal dengan kru yang bisa mencapai ribuan tersebut merupakan armada nelayan dari pantai utara (pantura) Jawa. Yang siap diberangkatkan pemerintah ke perairan Natuna Utara yang beberapa waktu belakangan jadi sorotan karena ulah provokatif Tiongkok.
Sejumlah kapal nelayan asal Negeri Panda itu masuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara dengan dikawal kapal coast guard (pengawal pantai) mereka.
Belakangan, kapal-kapal nelayan Tiongkok itu memang sudah keluar dari ZEE Indonesia. Tapi, kapal coast guard masih bercokol di sana.
’’Dari situ kami marah. Kurang ajar ini nelayan China, pakai pukat masuk ke sana dikawal coast guard pula,” ungkap Riyono.
Pukat yang dimaksud adalah pukat harimau. Alat tangkap tersebut sudah lama dilarang.
Bersama kawan-kawannya sesama aliansi nelayan, Riyono langsung berembuk. Mencari solusi dan menawarkannya kepada pemerintah.