Kongkalikong Vonis Bebas Terbukti, Hakim Nonaktif Itu Divonis 7 Tahun

- Kamis, 9 Januari 2020 | 13:37 WIB
Kayat saat di Pengadilan Negeri Samarinda.
Kayat saat di Pengadilan Negeri Samarinda.

SAMARINDA–Perkara suap hakim di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan yang menyeret Kayat (hakim nonaktif PN Balikpapan), Sudarman (pengusaha), dan Jonson Siburian (pengacara) berakhir, Rabu (8/1). Berbagai fakta, serta 228 bukti yang tersaji sejak kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK ini bergulir perdana pada 18 September 2019, terajut dalam putusan yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda, Agung Sulistiyono bersama Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusumanta.

Keluar dari ruang Hatta Ali, Kayat menolak diwawancarai ketika dicegat beberapa awak media sekitar pukul 13.30 Wita. Kemarin, pria 58 tahun itu baru saja divonis 7 tahun pidana penjara atas perkara suap yang menyeretnya. Putusan itu langsung diterimanya tanpa menempuh upaya hukum lain. Dua jam berselang, giliran Sudarman dan Jonson Siburian yang divonis selama 5 tahun 6 bulan pidana penjara. Keduanya tertangkap tangan menyuap Kayat sebesar Rp 99 juta.

Selain vonis, ketiganya dibebankan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan pidana kurungan. Dari putusan itu, majelis hakim menilai, Kayat sudah menyalahgunakan wewenangnya selaku hakim di PN Balikpapan. Medio Oktober 2018, Kayat jadi hakim ketua dalam perkara pemalsuan berkas yang menyeret Sudarman. Dari keterangan persidangan, terungkap ada pertemuan antara Kayat dan beberapa pihak yang berkelindan kasus ini.

Dari Jumaiyah, istri Sudarman yang difasilitasi Fahrul Azami, panitera di PN Balikpapan. Hingga pertemuan dengan Jonson Siburian dan Rossa Isabella. “Para saksi ini meminta bantuan ke terdakwa Kayat selaku ketua majelis hakim perkara itu untuk membantu meringankan atau memberi vonis bebas,” papar Abdul Rahman Karim membaca amar putusan.

Pertemuan di ruang kerja Kayat itu turut membahas kompensasi jika bantuan jadi diberikan. Sepekan selepas pertemuan pertama dengan Jumaiyah, Kayat kembali ditemui Jonson Siburian. Kayat meminta Rp 800 juta sebagai kompensasi bantuan itu. Kemudian disetujui Sudarman. Ketika perkara masih diproses, saksi Rossa Isabela kembali menemui Kayat di ruang kerjanya di PN Balikpapan. Saat itu, ada hakim lain. Yakni, Verra Lyndia Lihawa dan Darwis di ruangan itu.

“Pertemuan itu membahas jika Sudarman tak memiliki uang tunai dan sebagai komitmen ditawarkan beberapa sertifikat lahan milik PT Sinar Arum Pakkaraja (perusahaan milik Sudarman). Namun ditolak terdakwa dan tetap meminta kompensasi berbentuk tunai,” sambung Arwin Kusumanta membaca.

Akhirnya, ketika putusan perkara itu, Sudarman pun dibebaskan. Dengan alasan bukti perkara dari kasus pemalsuan berkas itu bukan bukti asli. Melainkan hanya hasil pindai. Berselang beberapa bulan, selepas Sudarman tak lagi ditahan, Kayat pun menagih kompensasi yang dijanjikan tersebut ke Jonson Siburian, pengacara Sudarman. Uang Rp 99 juta pun diserahkan Jonson dan Rossa Isabella. Dengan cara menaruhnya di mobil pribadi milik Kayat. Kala itu terparkir di pelataran PN Balikpapan pada 3 Mei 2019.

Sebelumnya, pada 4 Desember 2019, JPU KPK Arief Suhermanto menuntut Kayat dengan Pasal 12 Huruf c UU 20/2001 juncto UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selama 10 tahun pidana penjara. Lalu, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan pidana kurungan.

Selain itu, ada uang pengganti yang disangkakan Rp 372 juta subsider 2 tahun pidana penjara. Untuk Jonson Siburian dan Sudarman, dituntut dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a selama 8 tahun pidana penjara. Adapun denda Rp 500 juta subsider 5 bulan.

Selain lebih ringan dari tuntutan jaksa, vonis itu menyanggah tuntutan JPU KPK untuk Kayat, khususnya untuk penerapan uang pengganti (UP). Majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda menilai, penerapan UP dari hasil telaah bukti sepanjang persidangan tak bisa diterapkan. Lantaran tidak tertuang dalam dakwaan yang diajukan JPU. “Dalam dakwaan hanya tertuang Rp 99 juta yang diserahkan Rossa sebelum OTT terjadi dan uang itu sudah disita sebagai barang bukti,” ucap ketua majelis hakim Agung Sulistiyono.

Dasar majelis hakim menolak penerapan UP itu ialah Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan. Dari edaran itu, dakwaan menjadi ruang lingkup pemeriksaan, dasar pertimbangan, hingga penjatuhan putusan untuk terdakwa.

Sementara dalam tuntutan JPU, UP sebesar Rp 372 juta itu terdiri dari; Rp 99 juta dari Jonson Siburian dan Rossa Isabella dari kasus pemalsuan berkas, Rp 233 juta dari Eko Setyamoko dari kasus pelayaran, dan Rp 40 juta dari Yessayas dari kasus perdata.

“Meski pemberian uang dari saksi Eko Setyamoko dan Yessayas terungkap di persidangan dan dibantah terdakwa Kayat. Majelis tak bisa menyertakan indikasi ini karena tak tertuang dalam dakwaan,” tutupnya sebelum mengetuk palu sidang. Ditemui terpisah, JPU KPK Arief Suhermanto menuturkan, tuntutan mereka sudah terakomodasi meski besarannya menurun dari usulan beskal. Selain itu, soal disanggahnya UP, Jaksa Arief mengaku akan berkoordinasi dengan tim dan pimpinan KPK ihwal ini.

“Dikoordinasikan dulu mengajukan banding atau tidak,” singkatnya. (*/ryu/riz/k8)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X