Eksekusi kasus kaveling tanah matang (KTM) Korpri yang ditempuh Korps Adhyaksa Kota Tepian terhalang kesehatan terpidana. Para beskal dibuat tiga kali gigit jari.
SEBUAH mobil super utilities vehichle (SUV) berwarna putih memasuki pelataran parkir Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Sudirman sekitar pukul 14.00 Wita, (7/1). Seorang pria paruh baya turun dari SUV itu dibantu kerabatnya berpindah ke kursi roda. Dia, David Effendi, direktur PT Davindo Jaya Mandiri (DJM), sekaligus terpidana kasus korupsi KTM, medio 2013–2014 lalu.
Kasus KTM Korpri menggegerkan publik Kota Tepian medio 2013–2014 lantaran kasus ini menyeret beberapa pejabat tinggi di lingkungan Pemkot Samarinda. Sebut saja, mantan Sekretaris Kota Samarinda Fadli Illa dan sekretaris Korpri Samarinda almarhum Yusradiansyah.
Fadli Illa resmi menjalani pidana selama enam tahun medio 2017 lalu. Upaya mengeksekusi David lebih dulu ditempuh setahun sebelum Fadli Illa ditahan. Namun, eksekusi pada 27 April 2016 itu gagal karena strok yang diidap David. “Kami hanya jalankan putusan yang telah inkrah,” ucap Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Samarinda Zainal Effendi yang dikonfirmasi media ini.
Pemberantasan korupsi tak melulu tentang mengulik potensi lancung meraup uang negara dan mengadili para pelaku rasuah ke meja hijau. Eksekusi putusan yang telah inkrah menjadi bagian lain yang tak terpisahkan. “Ini tentu jadi PR kami,” sambungnya.
Memang “PR” ini sudah ada sejak tiga kasi pidsus pendahulunya. Apalagi, pihak terpidana tengah mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi yang menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun. Tapi, menurut Zainal, PK tak menghalangi eksekusi yang ditempuh kejaksaan.
Untuk diketahui, di Pengadilan Tipikor Samarinda, David dinyatakan bersalah dan merugikan negara Rp 18 miliar dari kasus KTM Korpri itu dan divonis selama 4 tahun pidana penjara. Tak terima, dia pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim yang berujung bertambahnya vonis menjadi 7 tahun.
Upaya hukum tertinggi pun dicoba direktur PT DJM ini demi memangkas pidana tersebut. Nahas, Artidjo Alkostar yang jadi ketua tim pengadil kasus ini di Mahkamah Agung menolak kasasinya dan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Kaltim.
Tercatat, selepas ditolaknya eksekusi pada April 2016 itu, kejaksaan mengambil second opinion (SO) untuk memverifikasi kesehatan David. Hasilnya sama, kesehatan David tak memungkinan untuk ditahan. Eksekusi kedua ditempuh dan ditolak dengan alasan yang sama pada 13 Februari 2018. Nah, kemarin langkah eksekusi kembali dicoba dan mendapat penolakan dengan alasan yang sama. “Kesehatan terpidana diperiksa tenaga medis Lapas Sudirman. Karena sisi kanan tubuh terpidana lumpuh akibat strok jadi ditolak,” akunya.
Kini, kejaksaan yang bermarkas di Jalan M Yamin itu akan mencari cara mengeksekusi kerugian negara Rp 18 miliar berdasarkan kasasi MA itu. “Nanti kami koordinasi dulu dengan pimpinan langkah apa yang perlu ditempuh,” singkatnya.
Ditemui terpisah, Kuasa Hukum David Effendi Tumbur Ompu Sunggu menegaskan, kliennya akan selalu kooperatif akan kasasi MA itu. Apalagi, kliennya pun hadir tanpa dijemput paksa untuk menjalani vonis tersebut. “Buktinya, hari ini kami hadir ketika dipanggil untuk menjalani proses ini,” katanya ketika dicegat media ini di pelataran parkir Lapas Klas IIA Sudirman, kemarin.
Lalu, bagaimana dengan kerugian negara Rp 18 miliar? Untuk ini, aku Tumbur, pihaknya juga tengah menempuh pembayaran dari pemkot Rp 25,5 miliar. Pasalnya ketika terseret kasus ini, kliennya juga menempuh jalur perdata ihwal pembayaran atas lahan itu. “Lahan itu milik pribadi klien saya. Sampai sekarang belum terbayar. Jika terbayar pasti kami kembalikan kerugian itu,” tutupnya. (*/ryu/dns/k8)