SAMARINDA–Siswa dan guru di SMP 38, Jalan Jakarta II, Lok Bahu, Sungai Kunjang, benar-benar diuji kesabarannya. Selain polemik akses masuk yang tak kunjung usai, aliran listrik dan air menambah beban lantaran sejak bangunan itu difungsikan untuk belajar-mengajar medio September 2019, dua kebutuhan dasar itu belum teraliri.
Kocek sekolah pun harus dirogoh lebih dalam agar mengakomodasi operasional itu. Mengingat, genset jadi satu-satunya opsi memenuhi kebutuhan air dan listrik di SMP 38. Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda mengaku tak bisa berbuat banyak lantaran urusan operasional sudah terplot di tubuh anggaran. Bantuan operasional sekolah (BOS) jadi pijakan untuk mengatasi hal ini, meski tak bisa berdampak jangka panjang. “Opsi lain meminta bantuan sukarela dari komite sekolah atau orangtua siswa untuk mengakomodasi keperluan itu,” aku Asli Nuryadin, kepala Disdik Samarinda, (7/1).
Opsi ini sudah berjalan sejak polemik jalan akses itu mencuat selepas Disdik berkoordinasi dengan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang, kala itu. “Tapi ini hanya bisa ketika ada keperluan mendesak saja dan tidak boleh mematok besaran iuran,” tegasnya.
Sejauh ini, pembagian porsi anggaran harus dibagi sesuai kebutuhan setiap SD dan SMP seantero Samarinda yang dinaungi Disdik. BOS memang jadi pijakan utama untuk berbagai operasional di SMP 38. Tapi besaran yang diberikan bergantung banyaknya siswa di sana. “Kami beri Rp 1 juta per siswa selama setahun,” ucapnya. Tapi, peruntukan uang itu untuk mengakomodasi keberlangsungan operasional belajar setiap siswa di sekolah sehingga dana itu tentu tak bisa terus menutupi beban yang terus membengkak.
Sebanyak 405 siswa yang belajar di SMP 38, mereka mendapat guyuran Rp 405 juta tahun ini. Dana itu, jelas tak cukup mengamankan operasional belajar-mengajar karena adanya biaya tambahan membeli BBM untuk genset. “Disdik juga sudah koordinasi dengan instansi lain untuk membantu cari CSR agar mengurangi beban ini,” singkatnya. (*/ryu/dns/k8)