Defisit APBN 2019 Melebar, Pemerintah Perlu Benahi Perencanaan

- Rabu, 8 Januari 2020 | 11:34 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA– Kementerian Keuangan mencatat realisasi sementara anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2019 defisit. Tepatnya mencapai Rp 353 triliun atau 2,2 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit itu lebih lebar daripada target yang dipatok Rp 296 triliun atau 1,8 persen dari PDB.

Kemarin (7/1) Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa pendapatan negara sepanjang tahun lalu hanya mencapai 90,4 persen dari target atau Rp 1.957,2 triliun. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp 2.310,2 triliun atau 93,4 persen dari target. ’’Pendapatan negara tertekan rembesan pelemahan global,’’ kata tokoh 57 tahun yang akrab disapa Ani tersebut.

Bukti tekanan global itu, menurut dia, terlihat dari pendapatan pajak negara. Juga pendapatan negara yang hanya tumbuh 0,7 persen.

Realisasi pendapatan dan belanja tersebut juga membuat defisit keseimbangan primer melonjak dari target APBN 2019. Dari target Rp 20,1 triliun melonjak menjadi Rp 77,5 triliun. Keseimbangan primer merupakan kemampuan pemerintah mengalokasikan pendapatan negara untuk berbelanja di luar biaya bunga utang.

Kendati defisit tersebut, Ani mengatakan bahwa kondisi RI lebih baik ketimbang negara-negara tetangga. India, misalnya. APBN 2019 negara itu defisit hingga 7,5 persen. Kondisi tersebut lebih parah jika dibandingkan dengan 2018 yang defisitnya tercatat 6,4 persen. ’’Vietnam pun masih kontraksi 4,4 persen meskipun pertumbuhannya memang tinggi. Sekitar 7 persen,’’ imbuhnya di hadapan wartawan.

Mantan managing director Bank Dunia itu juga menyatakan, defisit RI terjaga karena pemerintah memfungsikan APBN sebagai instrument countercyclical. Dengan begitu, APBN mampu menjadi stimulus pertumbuhan. Ke depan, Ani yakin kondisi ekonomi global membaik. Karena itu, pemerintah menargetkan defisit APBN di angka 1,76 persen.

Terpisah, peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Republik Indonesia Eric Alexander Sugandi menyebut pelebaran defisit APBN masih aman. Menurut dia, ambang batas defisit dalam UU APBN adalah 3 persen dari PDB. Namun, dia mengakui bahwa pemerintah kerap terlalu ambisius dalam menetapkan target APBN. Juga dalam mematok pertumbuhan ekonomi, defisit APBN, dan target penerimaan pajak.

’’Target yang tidak realistis sebenarnya tidak bagus. Ketika tidak tercapai, khususnya pada sisi penerimaan, pos-pos pada sisi anggaran terpaksa dipotong untuk menjaga defisit,’’ terang Eric. Penyesuaian itu jelas akan mengganggu program-program pemerintah. Karena itu, dia menyarankan pemerintah agar menetapkan target yang realistis saja. Jika perlu, pemerintah mengajukan RAPBNP untuk mengoreksi target.

Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menganggap pelebaran defisit sebagai sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan. Apalagi, itu terjadi di tengah perlambatan ekonomi akibat gejolak perekonomian global.

’’Apalagi, pelebaran defisit ini terjadi ketika rasio-rasio terkait utang pemerintah masih relatif baik. Artinya, penambahan utang pemerintah sebagai konsekuensi dari pelebaran defisit tidak akan memperburuk situasi,’’ paparnya kemarin.

Sekalipun demikian, menurut Piter, defisit yang aman itu tidak lantas mengacu pada kinerja pemerintah yang baik-baik saja. Pelebaran defisit juga bisa diartikan bahwa pemerintah tidak mampu mencapai target. Khususnya penerimaan pajak. Artinya, ada kesalahan perencanaan oleh pemerintah. ’’Pelebaran defisit tidak menjadi masalah apabila memang direncanakan sejak awal. Sayang, yang terjadi sekarang bukan hasil perencanaan,’’ kritiknya. (dee/ken/c19/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X