Loh Kenapa Pak..?? Kok Kasus Gedung Bedah Sentral Dihentikan

- Selasa, 7 Januari 2020 | 09:18 WIB
-
-

SAMARINDABau amis korupsi menyerbak dari pembangunan Gedung Bedah Sentral di RSUD Inche Abdul Moeis (IA Moeis) pada 2017. Sempat terendus Kejari Samarinda, aroma bacin itu mulai tercium medio Agustus 2018 dan setahun berselang kejaksaan memastikan tak menyentuh lebih jauh dugaan rasuah itu.

Korps Adhyaksa Samarinda mengklaim, alasan tidak ditindaklanjutinya kasus ini lantaran adanya pengembalian kerugian negara. Dengan begitu, langkah kejaksaan untuk masuk lebih dalam mengulik kasus ini bakal dihentikan.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Samarinda Zaenal Effendi yang ditemui awak media ini, beberapa waktu lalu, mengaku perkara ini masih di tahap penyelidikan alias kejaksaan masih menelusuri ada-tidaknya tindak pidana korupsi yang terjadi dalam proyek senilai Rp 36 miliar. “Memang bermula dari hasil pemeriksaan (laporan hasil pemeriksaan badan pemeriksa keuangan/LHP BPK RI perwakilan Kaltim). Tapi, ada juga laporan warga,” tuturnya.

Kala laporan itu diterima, tentu kejaksaan tak menelan mentah-mentah aduan tersebut. Ada rangkaian proses yang dilalui sebelum kejaksaan mengobok-obok guna menyelamatkan uang negara yang salah penggunaan, dari pengumpulan bahan dan keterangan hingga verifikasi berkas pekerjaan tersebut. Proses ini rampung, rekanan memilih mengembalikan denda keterlambatan pengerjaan yang jadi masalah dalam LHP BPK itu. Kelebihan pun dicicil dua kali yang disetor ke kas daerah. “Selain LHP, pengembalian itu rekomendasi Itda (Inspektorat Daerah) Samarinda,” sambungnya.

Masing-masing Rp 700 juta dan Rp 500 juta. Jumlah itu berdasarkan kerugian negara yang dievaluasi BPK. Lanjut Zaenal, indikasi kerugian itu berasal dari dua hasil audit BPK pada 2017–2018. Pada 2017 ditemukan ada denda keterlambatan pekerjaan yang tak diberikan ke rekanan ketika serah terima pekerjaan. Nominalnya Rp 1,01 miliar. Setahun berselang, proyek ini kembali jadi audit BPK dan ditemukan ada kekurangan volume kegiatan, jika dirupiahkan sekitar Rp 199 juta. Total perhitungan itulah yang dinilai jadi kerugian negara ketika kasus ini mulai diulik kejaksaan. Belum terlalu jauh, rekanan memilih sigap bertindak mengembalikan nominal berdasarkan perhitungan itu. “Karena masih tahap penyidikan, selepas gelar perkara kami tetapkan dihentikan. Kerugian pun sudah kembali ke kas daerah,” ucapnya.

Penghentian ini diklaimnya tak menyalahi aturan lantaran tafahus yang digeber masih berkelindan untuk mencari unsur pidana. Anasir pidana masih ditelusuri, indikasi kerugian negara dikembalikan. “Melewati beberapa tahap juga untuk menghentikan, tak seketika,” tutupnya. (*/ryu/dns/k8)

 

 

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X