NATUNA – Meski TNI menggelar operasi siaga tempur di laut Natuna Utara, hingga saat ini kapal coast guard China masih masuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) Indonesia di laut Natuna Utara. Menurut Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), Laksamana Madya (Laksdya ) TNI Yudo Margono, kapal coast guard China yang masih masuk jumlahnya tiga unit.
Posisi keberadaan coast guard China ini berada pada 130 nautical mil Timur Laut pulau Bunguran. Saat ini sudah berhadapan dengan dua KRI. “Saat ini KRI Tengku Umar dan KRI Tjiptadi yang sedang patroli langsung melakukan komunikasi ke Kapal Coast Guard Cina dan meminta untuk segera meninggalkan Wilayah ZEE Republik Indonesia,” katanya usai melakukan patroli udara di bandara Lanud Raden Sadjad, Sabtu (4/1).
Dalam kondisi ini sambungnya, TNI melalui dua KRI masih melakukan tindakan persuasif agar coast guard Cina meninggalkan wilayah ZEEI di laut Natuna. Situasi ini akan terus dilakukan hingga kapal asing ini meninggalkan wilayah ZEEI.
“Tindakan pengusiran ini akan terus dilakukan, baik di lapangan maupun secara diplomatik oleh Kemenlu,” ujarnya.
Dijelaskan Yudo, pelanggaran batas laut sudah terjadi sejak 2016 lalu dan tahun ini terulang lagi. Sementara hubungan strategis antara Indonesia dan Tiongkok sudah berjalan baik sejak lama. Insiden ini tentunya diharapkan tidak memperkeruh suasana akibat persoalan batas laut.
“Sebenarnya coast guard China, nelayan China ini kan memancing kita, padahal mereka sudah mengakui itu ZEE Indonesia, namun sekarang mereka mengingkarinya dengan mendatangkan coast guard,” jelasnya.
Laksdya TNI Yudo Margono, mengatakan, pihaknya telah mengerahkan kapal perang (KRI) dan pesawat pengintai untuk mendeteksi pelanggaran wilayah RI, baik oleh Cina maupun nelayan dari negara lain seperti Vietnam. Posisinya dalam siaga tempur.
“Saat ini ada 5 KRI, 1 pesawat intai maritim, dan 1 pesawat Boeing TNI AU akan mendukung operasi siaga tempur di laut Natuna Utara,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, pihaknya akan menggelar 18 operasi yang langsung berada dibawah komando Kogabwilhan 1. Operasi-operasi militer ini minimal melibatkan dua dari tiga unsur kekuatan TNI, yakni mengerahkan pasukan untuk operasi siaga tempur di Natuna.
Sementara itu, suara pemerintah terpecah dalam menanggapi pelanggaran ZEE yang dilakukan oleh Tiongkok. Di saat Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi secara tegas menyatakan protes atas ulah Coast Guard Tiongkok, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Panjaitan justru minta kasus ini tak dibesar-besarkan.
Luhut mewanti-wanti agar masalah pelanggaran ZEE di Natuna Utara tidak perlu diributkan. Karena dikhawatirkan dapat menggangu iklim investasi. Hal tersebut disampaikannya ketika ditemui oleh wartawan pada Jumat (4/1) di kantornya.
Menurut Pengamat Hubungan Internasional Prof. Hikmahanto Juwana, pernyataan ini sangat disayangkan. Harusnya, empat poin yang disampaikan oleh Menlu usia rapat koordinasi di Kemenko Polhukam menjadi suara pemerintah. Semua instansi harus tunduk, termasuk Menko Kemaritiman dan Investasi.
”Lagipula jangan sampai masalah investasi Tiongkok bahkan hutang dari Tiongkok menjadi faktor yang melemahkan kita untuk menegakkan hak berdaulat,” tegasnya kemarin (4/1). Dia menekankan, bahwa banyak negara yang punya sengketa wilayah tapi investasi aman-aman saja. Lihat saja Tiongkok daratan dengan Taiwan. Meski secara politik mereka berseberangan tapi investasi tetap mulus.
Jangan sampai, lanjut dia, karena lembek pemerintah Indonesia oleh publiknya dipersepsi telah mencederai politik luar negeri yang bebas aktif. ”Justru bila perlu Presiden mengulang kembali bentuk ketegasan Indonesia di tahun 2016 dengan mengadakan rapat terbatas di Kapal Perang Indonesia di Natuna Utara,” ungkapnya.