Tetapkan Dua Tersangka Investasi Illegal Bernilai Rp 750 Miliar

- Sabtu, 4 Januari 2020 | 14:31 WIB

SURABAYA– Kamal Taranchad dan F. Suhanda sungguh lihai. Mereka mampu menipu banyak orang dengan iming-iming investasi. Tak tanggung-tanggung, jumlah korban mereka sebanyak 264 ribu orang. Keuntungan yang diraup dua pria tersebut mencapai Rp 750 miliar. Namun aksi mereka berhasil dihentikan Satgas Waspada Investasi Polda Jatim. Kamal Taranchad dan F. Suhanda ditetapkan sebagai tersangka.

Kamal Taranchad adalah owner PT Kam and Kam. Sedangkan F. Suhanda menjabat sebagai managing director. Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan kemarin memamerkan tumpukan uang tunai sebesar Rp 50 miliar yang disita dari rekening PT Kam and Kam. Menurut Luki, sebenarnya masih banyak uang yang akan disita polisi. Pihak bank yang menjadi tempat PT Kam and Kam membuka rekening berjanji mencairkan Rp 70 miliar lagi pekan depan.

Luki memaparkan modus bisnis yang ditawarkan dua tersangka hingga berhasil menggaet ratusan ribu member. Menurut dia, PT Kam and Kam berdiri sejak delapan bulan lalu. Hingga kini, mereka memiliki 264 ribu member. Nah, setiap member harus menyetor dana investasi minimal Rp 50 ribu dan maksimal Rp 200 juta. Yang agak janggal, member yang telah menyetor dana investasi bisa mendapatkan barang-barang dengan harga di atas dana yang disetor. Barang-barang tersebut, antara lain, kulkas, handphone, bahkan mobil seharga ratusan juta rupiah.

”Barang-barang ini sudah kami sita. Sekarang berada di Gudang Polda Jatim,” terang Jenderal bintang dua itu. Metode yang digunakan adalah perekrutan member, mirip multi level marketing (MLM). Duit member digunakan untuk membeli slot iklan di aplikasi perusahaan mereka yang bernama memilies. Aplikasi tersebut bisa diunduh di Playstore.  

Dengan demikian, besaran omzet tersebut terambil dari banyaknya member yang mengikuti. ”Kami akan buka posko pengaduan bagi member yang menjadi korban,” ucapnya.

 Mantan Wakabaintelkam Mabes Polri itu menyatakan tim juga akan menarik sejumlah 120 unit mobil yang ada di customer. Alasannya, mobil tersebut merupakan hadiah dari usaha produk investasi ilegal itu. ”Ini coba kami telusuri dan periksa mereka semua. Karena bisnis ini juga melibatkan publik figur. Bisa jadi, mereka korban atau justru bagian dari kelompok sindikat investasi itu,” ucapnya. 

Dalam kasus tersebut, dua pelaku itu dikenakan pasal berlapis. Mereka dikenakan undang-undang perbankan, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Money Laundring. Alasannya, ijin dari perusahaan tersebut illegal. 

Sementara itu, Direskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, dari dua tersangka tersebut, seorang diantaranya merupakan residivis. Pelaku pernah melakukan dengan metode yang sama pada 2015. ”Tersangka KT pernah dipenjara karena perbuatan serupa,” ucapnya.

Namun, kata Gidion, KT pada 2015 berbisnis kemasan tisu. Namun, bisnis itu bodong. Nah, cara yang digunakan yakni investasi dengan modal Rp 1 juta akan bisa mendapatkan 5 juta kemasan tissue yang berbentuk sponsor. Keuntungan itu, nanti investor akan mendapat keuntungan bagi hasil. 

Menurut dia, cara itu sama dengan yang dilakukan kali ini. Mereka juga dikenakan biaya pendaftaran. Besarannya, senilai Rp 50 ribu. Biaya itu paling terkecil. Namun, rata-rata member akan membeli produk bernama top-up sponsor itu minimal Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu. Apa tujuannya?, menurut mantan Direskrimsus Polda Riau itu, semakin besar modal yang disetorkan semakin besar hadiah yang didapatkan. ”Lho bayangkan itu digudang ada banyak barang. Tapi bisnisnya gak masuk akal, karena uang member ini diputar-putar untuk jadi keuntungan. Sementara yang kami amankan 18 mobil baru itu berasal dari uang member,” jelasnya. 

Dia menambahkan, saat ini tim masih mendalami modus tersangka. Sebab, selain modal janji hadiah dengan modal kecil. Mereka juga menggunakan seminar-seminar. Apalagi, bisnis itu disebarluaskan melalui media sosial youtube dan facebook. 

Pada bagian lain, Kabid Humas Polda Jatim Kombespol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pemberian reward, simpan pinjam, dan menghimpun dana merupakan kewenangan otoritas perbankan. Sehingga, mereka tidak mempunyai ijin terkait perusaahaan tersebut.”Harus ada ijin Bank Indonesia (BI) terkait bisnis tersebut. Dan ini tidak ada, salah satu unsurnya tersebut,” ucapnya.

 Dalam kasus itu, dia mengatakan uang hadiah yang dipakai untuk menarik perhatian calon member merupakan hasil uang dari perputaran bisnis tersebut. Sebab, besaran tiap orang yang disetorkan itu tidak sama. Sehingga, dari besaran itulah, mereka berani membeli banyak hadiah.”Kalau lanjutannya, Kapolda akan memberikan statement kembali. Karena ini juga masih dalam pemeriksaan,” ujar perwira tiga melati itu. (den)

  

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Indonesia Aman dari Efek Gelombang Panas

Jumat, 3 Mei 2024 | 10:30 WIB

Subsidi dan Impor Migas Jadi Tantangan Fiskal

Kamis, 2 Mei 2024 | 08:58 WIB

PGRI Desak Tak Ada Lagi Guru Kontrak

Sabtu, 27 April 2024 | 08:46 WIB
X