Potensi Banjir IKN Jadi Evaluasi KLHK

- Sabtu, 4 Januari 2020 | 11:58 WIB
Masalah banjir seperti DKI Jakarta masih menghantui calon ibu kota negara (IKN) baru di Kaltim. Pasalnya, pembangunan pusat pemerintahan di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) dikhawatirkan merusak ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Yang bakal menjadi kawasan inti di IKN baru nanti.
Masalah banjir seperti DKI Jakarta masih menghantui calon ibu kota negara (IKN) baru di Kaltim. Pasalnya, pembangunan pusat pemerintahan di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) dikhawatirkan merusak ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Yang bakal menjadi kawasan inti di IKN baru nanti.

BALIKPAPAN- Masalah banjir seperti DKI Jakarta masih menghantui calon ibu kota negara (IKN) baru di Kaltim. Pasalnya, pembangunan pusat pemerintahan di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) dikhawatirkan merusak ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Yang bakal menjadi kawasan inti di IKN baru nanti.

Berdasar analisis Forest Watch Indonesia (FWI) yang dituangkan dalam laporan Koalisi Masyarakat Sipil terkait pembangunan IKN di Kaltim, hasil untuk indeks bahaya banjir di pesisir Teluk Balikpapan pada 2018 nilainya mencapai 0,75. Ada di sebagian besar hulu Teluk Balikpapan yang notabene akan dibangun lokasi ring satu IKN.

Nilai indeks bahaya banjir tersebut dikategorikan dalam zona bahaya tinggi banjir. Yakni pada peruntukan ruang perkebunan, hutan produksi tetap, hutan produksi konversi, pemukiman, kawasan perikanan, kawasan industri, dan kawasan tanaman pangan dan hortikultura.

Indeks bahaya banjir adalah nilai kemungkinan terjadinya banjir yang didasarkan frekuensi kejadian banjir pada masa lalu yang tinggi. “Maka, rencana pembangunan IKN yang akan dibangun di sekitar pesisir Teluk Balikpapan sejatinya merupakan lokasi bahaya banjir yang didasarkan pada masa lalu yang sering terpapar banjir tinggi,” kata Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang kepada Kaltim Post.

Sementara itu, nilai indeks kerentanan banjir berada pada rentang 0,25–0,75 yang tersebar di pesisir Teluk Balikpapan. Hasil analisis antara indeks bahaya banjir dan indeks kerentanan banjir dengan peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim memperlihatkan Teluk Balikpapan termasuk areal yang paling memungkinkan terjadinya banjir.

“Sungguh disayangkan jika pembangunan akan dilakukan di atas ekosistem mangrove di Teluk Balikpapan. Sedangkan ekosistem mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai pelindung dari bahaya banjir dan gelombang pasang,” ujar dia.

Rupang menyebut, pemindahan IKN ke Kaltim terkesan terburu-buru. Pemerintah pusat dinilai tidak memiliki kajian komprehensif terkait mitigasi kebencanaan di calon IKN baru. Hal itu terungkap pada penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada Oktober 2019. 

Bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak memiliki data mengenai daya tampung dan daya dukung di Teluk Balikpapan. Sampai saat ini, hasil KLHS belum pernah dipublikasikan. “Artinya pemindahan IKN tidak didukung daya tampung lingkungan. Hanya memindahkan masalah yang ada di Jakarta. Di antaranya, banjir, polusi udara, dan pencemaran lingkungan,” ketus dia.

Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Jenderal KLHK Laksmi Wijayanti menyampaikan segala potensi kebencanaan di calon IKN baru akan menjadi masukan untuk menyempurnakan KLHS yang saat ini dalam tahapan finalisasi. Jadi, kekhawatiran mengenai potensi kebencanaan seperti banjir di calon IKN akan menjadi pertimbangan khusus bagi KLHK untuk merampungkan kajian lingkungan tersebut.

“Kami juga masih mengumpulkan risiko kebencanaannya. Ketika nantinya bisa menimbulkan hal negatif, menjadi masukan khusus bagi kami. Misalnya tidak perlu membuka Teluk Balikpapan dan lain sebagainya,” kata dia saat dihubungi Kaltim Post kemarin.

Laksmi yang juga ketua tim penyusunan KLHS untuk IKN itu mengapresiasi masukan mengenai potensi kebencanaan seperti banjir di calon IKN baru. Agar bencana banjir yang kini terjadi di DKI Jakarta tidak terulang di IKN baru nanti. Di mana lokasi dan desain dari IKN baru nantinya dibuat berbeda dengan DKI Jakarta.

Dengan mempertimbangkan KLHS yang menjadi dasar penyusunan feasibility study (FS) atau studi kelayakan dan menyelesaikan masterplan atau rencana induk pada calon IKN baru nanti. “Kami senang mendapat masukan-masukan, supaya apa yang terjadi di Jakarta tidak terulang kembali di IKN baru nanti,” jelasnya.

Dikatakan, penyelesaian KLHS itu ditargetkan rampung awal tahun ini. Dengan perkiraan Januari hingga Februari 2020. Nantinya, hasil kajian tersebut menjadi masukan bagi pengambil kebijakan, dalam hal ini presiden untuk menentukan langkah selanjutnya. “Yang jelas, melalui KLHS ini, kami ingin meluruskan kekhawatiran mengenai kerusakan lingkungan pada tahapan pembangunan di calon IKN baru,” pungkas Laksmi. (kip/rom/k16)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X