Karena Sedikit WNI, Semua Jadi Saudara

- Kamis, 2 Januari 2020 | 11:24 WIB
Warga Indonesia yang berada di Kazakhstan saat bertemu.
Warga Indonesia yang berada di Kazakhstan saat bertemu.

Tak banyak warga negara Indonesia (WNI) yang berdiam di Kazakhstan. Karena itu, setiap pertemuan menjelma menjadi semacam pertemuan keluarga. Hangat dan akrab. Berikut laporan DOAN WIDHIANDONO dari Nur-Sultan, Kazakhstan.

 

UDARA Selasa (31/12) malam itu memang membekukan. Suhu ada di angka minus 9 derajat Celsius. Salju turun tipis, tapi tak berhenti sepanjang hari. Di beberapa sudut Rumah Budaya Indonesia Nur-Sultan, Kazakhstan, tumpukan salju sudah lebih tinggi daripada dengkul.

Tapi, kebekuan itu seolah tak bisa memasuki rumah budaya yang terletak satu kompleks dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Nur-Sultan, Kazakhstan, tersebut. Di dalam begitu hangat. Bukan melulu soal suhunya. Tapi juga atmosfernya. Suasananya.

Malam itu KBRI menyelenggarakan Malam Silaturahmi Keluarga Besar KBRI dan WNI di Kazakhstan. Momennya pas dengan pergantian tahun. ”Tapi tidak kami sebut sebagai pesta tahun baru,” kata Dubes RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan Rahmat Pramono. ”Tone acaranya harus netral. Haha…,” imbuh lelaki yang sudah 2,5 tahun menjabat tersebut.

Sebagai malam silaturahmi, acara itu memang dikemas seperti sebuah pertemuan keluarga yang kecil. Yang ikut tak sampai 30 orang. Sebagian adalah staf KBRI. Sebagian lagi adalah WNI yang mencari nafkah di negara Asia Tengah tersebut. Meski sedikit, jumlah itu sudah nyaris separo diaspora Indonesia di Kazakhstan. Pramono mencatat bahwa hanya ada 76 WNI yang terdaftar dalam pemilu lalu.

Berdasar catatan sampai September 2018, jumlah WNI di Kazakhstan hanya 86 orang. Mereka adalah 26 orang home staff dan local staff KBRI dan keluarganya, 61 orang TKI dan keluarganya, 16 WNI yang menikah dengan WNI, serta 5 anak dari perkawinan campuran/berkewarganegaraan ganda.

”Enggak banyak. Makanya kenal semua,” ujar mantan Dubes RI untuk ASEAN tersebut. Alumnus Jurusan Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Bandung itu lantas menyebut beberapa yang tidak hadir. ”Ada dosen yang sedang cuti dan pulang. Ada staf Bank Dunia yang sedang ke Amerika,” ucap duta besar kedua RI untuk Kazakhstan tersebut.

Sebaliknya, Pramono juga hafal orang-orang yang hadir malam itu. ”Ini nih yang paling senior,” ungkapnya seraya menunjuk Nur Jannah. Perempuan asli Banyuwangi, Jawa Timur, tersebut terkikik. ”Sudah sepuluh tahun aku di sini,” kata Nur. Dia sudah bekerja sebagai terapis spa di Kazakhstan sebelum KBRI berdiri pada akhir Desember 2010.

Malam kian hangat saat satu per satu tamu memenuhi ruang utama rumah budaya yang diresmikan pada 29 Agustus 2017 itu. Sebagai sebuah ”pesta”, tentu enggak asyik kalau tidak ada acara happy-happy. Maka, Darmia Dimu, sekretaris kedua KBRI yang menjadi pemandu acara, pun mengumumkan tiga lomba. Lomba mewarnai untuk anak-anak, lomba karaoke yang akhirnya diikuti hampir seluruh peserta acara, dan lomba memasukkan bola pingpong ke dalam gelas. Semacam beer pong. Tapi tentu tanpa bir.

”Ada beberapa kriteria penilaian lomba karaoke. Tinggi rendah suara, irama, ketukan, dan gaya atau gestur,” jelas Darmia, perempuan asal Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, itu. Maka berubahlah para peserta menjadi penyanyi dadakan. Sebisanya.

Sugeng Wahono, minister counselor KBRI, menjadi peserta pertama. Arek Malang, Jawa Timur, tersebut langsung ”menggebrak” dengan lagu sendu milik Ebiet G. Ade: Titip Rindu buat Ayah. Tapi, mesin belum panas. Pada lagu-lagu berikutnya, seluruh peserta baru turut melantai. Terutama saat lagu-lagu yang asyik buat goyang mulai melantun. Misalnya Kiss Me Quick (Elvis Presley), Honky Tonk Women (The Rolling Stones), Lagi Syantik (Siti Badriah), atau kor bareng pada lagu Salah Apa Aku (Ilir 7). Entah apa yang merasukimuuu…

Rahmat Pramono tak mau ketinggalan. Dia melantunkan Yesterday milik The Beatles. Seluruh peserta acara pun ikut bernyanyi dan melambaikan tangan.

Bukan cuma WNI yang ikut bergembira malam itu. Dua perempuan ayu asli Nur-Sultan turut happy. Mereka adalah Tamila Zhumabayeva dan Aiym Yermukhambetova. Bagi mereka, Indonesia memang sudah tak asing. Mereka kerap belajar tari di Rumah Budaya Indonesia Nur-Sultan. Juga belajar angklung. Tamila bahkan pernah menerima beasiswa seni budaya Indonesia (BSBI). Dia pernah belajar di Universitas Gunadarma Jakarta dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jogja.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X