Penyelenggaraan pendidikan belum merata di Kota Tepian. Dalam beberapa sisi terlihat adanya ketimpangan.
SAMARINDA–Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim Musyahrim kepada media ini, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, dalam rata-rata seluruh mata pelajaran pada Ujian Nasional (UN) 2019 terdapat 1,42 persen pelajar SMP di Samarinda mendapat nilai 30-35. Di sisi lain ada pelajar yang mendapatkan nilai 90–95. Padahal, persaingan di depan mata.
Pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim, lanjut dia, menuntut masyarakat Kota Tepian bersaing lebih ketat dengan pendatang yang sudah siap. “Sekolah di Samarinda jangan sampai masih terjadi ketimpangan,” terang mantan kepala Dinas Pendidikan Kaltim itu.
Dia menjelaskan, peserta UN di SMP 1 Samarinda paling banyak mendapat rata-rata nilai 85–90. Namun, sekolah lain tidak demikian. Seperti di SMP 23, siswanya paling banyak mendapat rata-rata nilai 55–60. Karena itu, pemerataan pendidikan harus dilakukan.
Dia mengaku tidak sepenuhnya setuju dengan penghapusan UN. Masih perlu ada ujian berstandar nasional. Sebab, nilai 7 di suatu tempat belum tentu sama dengan nilai 7 di tempat lain. “Dengan UN kita bisa memiliki evaluasi. Bisa tahu nilai siswa menurun dan lainnya,” ucapnya.
Dia berharap, evaluasi pendidikan bisa makin memajukan sumber daya manusia (SDM) Kaltim. “Jadi, merata pun belum cukup, mengingat tantangan kita saat ini. Rata-rata nilai UN SMP 2019 Samarinda saja kalah dengan Bontang dan Balikpapan,” tandasnya.
Berdasarkan data Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Samarinda rata-rata hanya 54, sedangkan Balikpapan 59, dan Bontang 60,4. Samarinda pun kalah dengan Mahakam Ulu yang rata-rata nilainya 55,6.
Sebelumnya, dosen ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul) Aji Sofyan Effendi mengatakan, kehadiran IKN harus smart city dan smart people. Maksudnya, kota pintar harus diiringi dengan kecerdasan masyarakatnya. “Begitu tol terbangun, tidak ada perbedaan antara Balikpapan dan Samarinda,” ucapnya dalam sebuah diskusi, beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Bernaulus Saragih, dosen pertanian Unmul. Dia mengatakan, pola pikir masyarakat sangat penting. Masyarakat mesti cerdas dan berpikir tak hanya unggul di lokal. Tapi harus nasional, bahkan internasional.
“Dengan begitu, masyarakat Samarinda bisa bersaing. Tidak kalah dengan masyarakat lain. Jadi, tidak seperti katak dalam tempurung,” pungkasnya. (nyc/kri/k8)