NU-Muhammadiyah Beda Sikap Soal Uighur

- Jumat, 27 Desember 2019 | 11:08 WIB

JAKARTA– Persoalan yang menimpa komunitas muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok, memantik reaksi beragam di Tanah Air. Dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah pun berbeda pandang. NU menilai persoalan Uighur merupakan masalah internal pemerintah Tiongkok. Sedangkan Muhammadiyah mengganggap ada pelanggaran HAM soal kebebasan beragama.  

Khatib Syuriah PBNU KH Yahya Cholil Staquf meminta semua pihak tidak menjadikan persoalan Uighur untuk memperbesar konflik. Pihaknya juga mendesak pemerintah Tiongkok tidak memakai isu Islam radikal untuk menutupi tindakan represif ke etnis Uighur. ’’Saya mengajak semuanya berfikir rasional saja. Ini murni masalah dalam negeri Tiongkok,” kata Yahya Cholil Staquf dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat (26/12).   

Disampaikan, persoalan Uighur bisa dituntaskan secara manusiasi. Bukan dengan menggelar demonstrasi. PBNU, kata dia, siap membantu menjernihkan persoalan. Caranya dengan memberi kebebasan beragama ke etnis Uighur agar kooperatif terhadap sistem pemerintahan Tiongkok. ’’Ini untuk membangun harmoni bersama,” paparnya.  

Yahya menjelaskan, benih-benih persoalan Uighur muncul sejak berakhirnya perang dunai ke-2 tahun 1945. Saat itu, Uighur yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Turki Usmani berusaha mendirikan negara sendiri bernama Turkistan Timur. Namun Tiongkok lebih berhasil melakukan konsolidasi dengan menguasai Xinjiang yang di dalamnya tinggal orang-orang Uighur.  

Jika sekarang ada separatisme di Uighur, Tiongkok merasa memiliki hak sebagai negara berdaulat atas wilayah itu. Saat yang sama etnis Uighur menyeret persoalan ke isu agama. ’’Kita berfikir masa depan. Jika konflik dibiarkan, bukan hanya Tiongkok yang kacau. Seluruh kawasan, termasuk Indonesia juga terdampak,” bebernya.

Lebih jauh disampaikan, persoalan Uighur mirip-mirip dengan kondisi yang terjadi di Papua. ’’Semua aksi separatisme selalu berdampak destabilisasi,” tandas  mantan anggota dewan pertimbangan presiden itu.

Sementara itu, Muhammadiyah tidak akan diam dengan persoalan Uighur. Ketua Lembaga Kerjasama dan Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah KH Muhyiddin Junaidi mendesak pemerintah lebih aktif mengambil peran. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia harus aktif menggunakan jalur diplomatik untuk membantu menuntaskan Uighur. Apalagi Indonesia-Tiongkok juga memiliki hubungan bilateral yang cukup bagus. ’’Prinsipnya kami tidak mendikte pemerintah. Tapi pemerintah harus lebih aktif,” imbuh Muhyiddin.

Menurutnya ada indikasi pelanggaran HAM dalam kebijakan pemerintah Tiongkok. Negara tersebut dinilai membatasi kebebasan beribadah dan beragama atas etnis muslim Uighur. Indonesia juga bisa mendesak Tiongkok lebih terbuka dalam memberi akses informasi ke masyarakat internasional atas kebijakan di Xinjiang. ’’Ini untuk menghindari kecurigaan global,” paparnya.  

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah sudah pasti melakukan diplomasi. Sebab, Indonesia punya hubungan diplomatik dengan Tiongkok. ’’Cuma diplomasi kita bukan diplomasi megafon,” imbuhnya kemarin.

Sebagai menko polhukam, Mahfud menyampaikan bahwa dirinya sudah sempat memanggil duta besar (dubes) Tiongkok untuk Indonesia. ’’Saya katakan orang Islam Indonesia agak terusik dengan peristiwa di Uighur,” ungkap dia. Dirinya juga sudah mendapat penjelasan langsung dubes Tiongkok.

Dari penjelasan tersebut, Mahfud menyatakan bahwa Indonesia tidak bisa ikut campur lebih jauh lagi. ”Ini namanya diplomasi, diplomasi lunak gitu ya. Bukan diplomasi megafon,” tegasnya. Dia mengakui, dirinya juga sempat bertanya-tanya berkaitan dengan kondisi Muslim Uighur. Sebab, dia tidak pernah merasakan ada masalah setiap bertolak ke Tiongkok.

Misalnya, lanjut mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu, ketika dirinya berada di Beijing. ”Saya ke masjid nyaman. Cari restoran Islam, restoran halal ada. Ada perkampungannya sendiri,” imbuhnya. ” Kok terjadi di Uighur seperti itu,” sambung dia. Namun demikian, setelah mendapat penjelasan langsung dari dubes Tiongkok, Mahfud mengerti dan menyatakan bahwa diplomasi yang dilakukan pemerintah tidak sampai ikut campur lebih jauh. (mar/syn)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X