Tuah Perang Dagang, CPO Kaltim Membaik

- Senin, 16 Desember 2019 | 11:23 WIB

Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok berdampak baik pada Kaltim. Tiongkok memilih mengurangi impor minyak kedelai dan memilih menggantinya dengan CPO asal Kaltim.

SAMARINDA – Meski melambat dibandingkan triwulan II 2019, kinerja industri pengolahan Kaltim triwulan III masih tumbuh positif. Bank Indonesia mencatat kinerja industri pengolahan Kaltim pada triwulan III 2019 tumbuh sebesar 1,63 persen (year-on-year/yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,75 persen (yoy). Dengan pangsa sebesar 18,01 persen, industri pengolahan berkontribusi 0,35 persen (yoy) terhadap pertumbuhan ekonomi Kaltim triwulan III 2019.

Perlambatan kinerja industri pengolahan salah satunya bersumber dari kinerja industri LNG yang terus mengalami perlambatan. Produksi LNG Kaltim tercatat masih mengalami penurunan sebesar minus 27,69 persen (yoy) pada triwulan III 2019. Kinerja Industri LNG yang relatif melambat disebabkan penurunan produksi dan pengiriman LNG akibat berkurangnya bahan baku utama berupa gas alam.

Sementara itu, industri pengolahan non-migas Kaltim triwulan III 2019 tumbuh positif didorong oleh kinerja industri crude palm oil (CPO) yang masih baik. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, industri pengolahan CPO masih tumbuh positif meski tidak setinggi triwulan sebelumnya.

Kondisi ini sejalan dengan volume ekspor CPO Kaltim triwulan III 2019 yang juga mencatat pertumbuhan positif sebesar 45,17 persen (yoy). Kinerja positif industri CPO tersebut didorong oleh kuatnya permintaan ekspor, serta suksesnya implementasi program B20 yang direspons dengan kenaikan produksi CPO yang terjadi di hampir seluruh sentra produksi.

“Di tengah masih baiknya volume ekspor, tren penurunan harga CPO masih terus berlanjut seiring oversupply CPO di pasar dunia,” jelasnya.

Dia menjelaskan, harga CPO internasional pada triwulan III 2019 tercatat sebesar USD 570,10 per metrik ton (mt), turun sebesar 6,82 persen (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan harga CPO tersebut dimanfaatkan sebagian negara mitra dagang dengan melakukan stockpiling.

Hal ini yang menyebabkan ekspor CPO pada triwulan III 2019 masih mampu mencatatkan pertumbuhan yang positif. “Kinerja industri pengolahan CPO ditopang kuatnya permintaan ekspor CPO ke Tiongkok dan India,” katanya.

Menurutnya, volume ekspor CPO ke Tiongkok pada triwulan III 2019 mengalami peningkatan dari 62,12 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 138,57 persen (yoy). Tiongkok merupakan negara tujuan utama CPO asal Kaltim dengan pangsa ekspor mencapai 47,89 persen dari total ekspor CPO Kaltim.

Peningkatan tensi dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat berdampak pada pembatasan pembelian produk-produk dari Amerika Serikat, termasuk minyak kedelai atau soybean oil. Dengan demikian, Pemerintah Tiongkok melakukan substitusi edible oil dari semula minyak yang berbahan dasar kacang kedelai menjadi minyak kelapa sawit.

Selain Tiongkok, ekspor CPO triwulan III 2019 ke pasar India juga tumbuh cukup tinggi sebesar 32,21 persen (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 18,93 persen (yoy). “Peningkatan ekspor CPO ke India terutama bersumber dari penyetaraan bea masuk kelapa sawit dengan Malaysia serta kenaikan permintaan menjelang perayaan Diwali di India,” tuturnya.

Dia mengatakan, pada triwulan IV 2019, kinerja industri pengolahan diperkirakan kembali tumbuh positif dan lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Positifnya kinerja industri pengolahan salah satunya bersumber dari rencana Tiongkok untuk menghapus tarif impor CPO di tengah penurunan supply akibat El Nino, serta minimnya pasokan kedelai akibat masih berlanjutnya perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat.

Selain Tiongkok, potensi peningkatan permintaan juga bersumber dari India yang tengah meningkatkan restriksi impor CPO dari Malaysia, akibat sentimen politik antara kedua negara tersebut. Selain itu, peningkatan kinerja industri pengolahan CPO juga bersumber dari potensi kenaikan permintaan domestik, seiring dengan berlanjutnya program B20 dan percepatan implementasi program B30 di akhir tahun 2019. “Kita optimistis CPO dapat berkontribusi lebih banyak lagi terhadap industri pengolahan di Kaltim,” pungkasnya. (ctr/ndu/k15)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X