Azura Luna, Warga Kediri yang Jadi Buronan Interpol Hong Kong

- Minggu, 15 Desember 2019 | 20:57 WIB

Sosialita asal Kediri terlibat banyak kasus penipuan. Kemudian, menghilang setelah satu per satu boroknya terkuak.

 

Para Bellum. Kalimat yang dalam bahasa Latin berarti bersiap perang itu tertulis di profil WhatsApp Azura Luna Mangunhardjono, September lalu. Dia menulisnya entah sebelum atau setelah diwawancarai Suzanne Harrison, jurnalis South China Morning Post. Setelah wawancara singkat itu, Azura tak pernah muncul lagi.

Perempuan 45 tahun itu hilang bak ditelan bumi setelah satu demi satu aksi penipuannya terkuak dan para korban mulai berani lapor polisi. Perempuan berkulit kecokelatan itu kini menjadi buron kepolisian Hong Kong. Salah satu tuduhan yang menjeratnya adalah memiliki barang dengan cara penipuan.

Sebelum bertemu Harrison, grup WhatsApp yang berisikan para korban Azura mengungkap bahwa dia berada di Florence, Italia. Selama di kota tersebut, dia menginap di Hotel Continentale dan Borgo Dolci Colline. Entah bagaimana, Azura berhasil pergi dari Florence tanpa membayar tagihan hotel. Saat dikonfirmasi, pihak hotel memilih tutup mulut karena itu adalah privasi.

Azura menghubungi Harrison, 26 September lalu. Dia mengirimkan gambar boarding pass-nya. Tertulis bahwa Azura akan terbang dari New York City ke Hong Kong dengan penerbangan first class Cathay Pacific. Dia juga mengunggah beberapa foto di akun Instagram-nya. Salah satunya, pembicaraannya via pesan teks dengan Elon Musk. Akun tersebut sempat vakum dan tak mengunggah apapun sejak 6 Mei.

Meski sudah dikirimi boarding pass, Harrison rasanya masih tidak percaya. Sebab, di Hong Kong nama Azura sudah dikaitkan dengan berbagai penipuan. Dia tak yakin Azura berani balik.

''Dengan begitu banyaknya orang yang luar biasa marah di luar sana, kenapa dia mau balik ke Hong Kong?'' pikir Harrison, kala itu.

Tapi keesokan harinya perempuan yang tengah menjadi pembicaraan itu mengirim pesan lagi. Pesan itu menggunakan jaringan CSL. Itu adalah jaringan layanan telepon di Hong Kong. Azura ingin bertemu di Captain’s Bar, Mandarin Oriental Hotel. Namun berselang sesaat, dia mengubah lokasi ke Starbucks di Citibank Tower.

Perempuan yang juga dikenal dengan nama Alexandra, Ally, dan Miss M itu datang 10 menit sebelum waktu pertemuan. Kemeja putih oversized membalut tubuhnya yang langsing. Tangan kanannya memegang tas belanja Net-a-Porter berukuran besar. Sedangkan tangan kirinya memegang tas Valentino. Mata cokelatnya tak menunjukkan ketakutan sama sekali.

Percakapan dengan Harrison sore itu hanya berisi sanggahan terhadap tuduhan yang menerpanya. Azura kala itu mengaku sedang hamil anak kembar. Usia kandungannya sudah masuk lima bulan. Tangannya beberapa kali bergetar. Harrison tak menulis dengan detail paparan Azura. Pun tak memaparkan siapa ayah dari jabang bayi yang diklaim sedang dikandung Azura.

Keesokan harinya, Azura tampaknya sudah meninggalkan Hong Kong. Akun Instagram-nya menunjukkan dia di Le Bristol Hotel, Paris, Prancis. Pesan yang dikirim ke nomor WhatsApp-nya hanya centang satu. Nomornya tak lagi bisa dihubungi. Kini akun Twitter dan Instagram-nya juga sudah dihapus.

Sophia, penduduk Los Angeles, AS, menjadi salah satu korban Azura. Dia membeli beberapa tas Hermes milik Azura senilai USD 86 ribu (Rp 1,2 miliar). Azura berkata uang itu akan dipakai untuk amal. Tapi ketika Sophia mengecek keasliannya ke toko, tas-tas itu palsu. Penipuan itu terjadi setahun lalu. Azura bahkan sempat ditahan pada 26 November 2018.

Namun, dia dilepaskan karena kurangnya bukti. Harus ada pakar Hermes yang memastikan tas itu palsu agar kasus bisa diteruskan. Namun, 21 November lalu, Sophia mengirim pesan singkat via WhatsApp ke Harrison. ''Hermes berkata semua tas itu palsu!''

Kejahatan Azura ibarat gunung es. Kian dikuak kian luas. Bahkan mantan suaminya, Robert, juga ditipunya. Pada 2017, dia mengaku ayahnya meninggal dan minta uang USD 150 ribu (Rp 2,1 miliar) untuk membantu pemakaman. Padahal, dalam wawancara via video call dengan Post Magazine, Agustus lalu, Azura mengaku kedua orangtuanya meninggal di Timor Timur saat usianya masih 11 tahun. Menurut dia, kala itu terjadi baku tembak dan orangtuanya tewas karena melindunginya dari peluru.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X