LONDON– Ini bukan sekadar pemilu, tapi penentuan nasib. Siapa pun yang menang dalam pemilu sela Inggris yang digelar kemarin (12/12) akan menentukan apakah negara tersebut tetap bergandengan tangan dengan Uni Eropa (UE) atau bercerai alias Brexit (British Exit). Karena itulah, meski pemilu digelar di musim dingin, penduduk tetap berbondong-bondong ke lokasi pemungutan suara. Pemilu sebelumnya yang digelar di bulan Desember terjadi pada 1923.
”Saya rasa pemerintah sudah lama terjebak dan kita harus bergerak sekarang,” tegas Londoner Naomi Buthe, salah seorang penduduk yang datang untuk memberikan suara.
BBC mengungkapkan, tempat pemungutan suara (TPS) di 650 konstituensi dibuka sejak pukul 07.00 GMT. Penutupan dilakukan pukul 22.00 GMT. Penghitungan suara dilakukan secara langsung, tetapi sebagian besar hasilnya baru diumumkan pagi ini. Beberapa survei memprediksi Partai Konservatif menang tipis.
Total ada 650 anggota parlemen yang dipilih berdasar sistem first-past-the-post. Yaitu, kandidat yang meraih suara terbanyak di konstituensinya bakal terpilih. Satu pemilik suara hanya boleh memilih satu kandidat. Semua penduduk Inggris yang berusia 18 tahun ke atas boleh memberikan suara.
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson memberikan suara di TPS London Pusat. Dia membawa serta anjingnya, Dilyn. Sementara itu, pemimpin partai Buruh Jeremy Corbyn memilih di London Timur. Pemimpin partai Brexit Nigel Farage memilih tak datang langsung ke TPS, tetapi menggunakan pos.
Jika partai yang digawangi Johnson menang, sudah bisa dipastikan bahwa Inggris bakal hengkang dari UE. Mereka yang tak ingin pisah harus memilih Partai Buruh. Namun, Corbyn bukanlah pilihan yang diinginkan warga Inggris. Dia akan membentuk pemerintahan paling ultrakiri sepanjang sejarah Inggris.
”Imajinasikan betapa luar biasanya menikmati makan malam kalkun di Natal ini dengan adanya keputusan Brexit,” ujar Johnson kepada para pemilih di kampanye terakhirnya. (sha/c10/dos)