Ujian Nasional Akhirnya Dihapus, Ini Gantinya....

- Kamis, 12 Desember 2019 | 13:24 WIB

JAKARTA– Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memastikan ujian nasional (UN) tahun 2020 akan menjadi yang terakhir. Selain itu, Nadiem mengganti ujian sekolah berstandar nasional (USBN). Juga, menyederhanakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) cukup satu halaman dan melonggarkan sistem zonasi.

Menteri termuda kabinet Indonesia Maju tersebut menuturkan sudah melakukan survei dan diskusi dengan berbagai pihak sebelum mengambil keputusan tersebut. Hasilnya, materi UN terlalu padat. Membuat guru cenderung mengajarkan kepada siswa untuk menghafal materi. Bukan memenuhi ketercapaian kompetensi.

”Kedua, UN sudah menjadi beban stres bagi banyak sekali siswa, guru, maupun orang tua,” ujar Nadiem di hadapan Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia. Ditambah esensi UN sebagai tolok ukur efektivitas sistem pendidikan sudah melenceng.

Nadiem menyatakan, UN sejatinya adalah instrumen untuk mengevaluasi sistem pendidikan. Mulai sekolah, letak geografis, kinerja dinas pendidikan, hingga sistem secara nasional. ”Dan UN hanya menilai satu aspek saja. Hanya kognitif, belum menyentuh aspek lainnya termasuk karakter siswa secara holistik,” bebernya.

Pada 2021, kata Nadiem, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Di dalamnya ada tiga aspek yang diukur. Pertama adalah literasi. Pada aspek tersebut bukan hanya mengukur kemampuan membaca saja. Tapi, mengukur kemampuan siswa dalam melakukan analisa dalam suatu bacaan. ”Kemampuan memahami konsep di balik tulisan itu yang penting,” terangnya.

Aspek kedua adalah numerasi. Yakni, kemampuan bernalar menggunakan matematika. Mengaplikasikan konsep matematika  di dalam suatu situasi. Baik abstrak maupun konkrit. ”Jadi itu bukan mata pelajaran bahasa dan matematika. Tapi kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk melihat dan menemukan solusi suatu masalah di lingkungan hidup kita,” papar mantan CEO Gojek itu.

Yang terakhir, yakni survei karakter. Nadiem menilai aspek tersebut sangat penting. Karena pemerintah saat ini hanya memiliki data kognitif. Akibatnya, Kemendikbud tidak bisa melihat baik atau buruk ekosistem pembelajaran sekolah, tidak tahu apakah rasa cinta tanah air dan nilai Pancasila benar-benar dirasakan oleh siswa, toleransi, gotong-royong, dan tingkat kebahagiaan siswa di seluruh Indonesia. Survei karakter diharapkan menjadi tolok ukur untuk sekolah melakukan perubahan.

Berbeda dengan UN yang dilaksanakan pada masa akhir jenjang pendidikan, asesmen kompetensi minimum dan survei karakter dilakukan saat masa pertengahan jenjang. SD kelas IV atau V, SMP kelas VII, dan SMA kelas XI. Alasannya, memberikan waktu kepada sekolah dan para guru untuk melakukan perbaikan sebelum siswa lulus dari jenjang tersebut.

Sehingga, asesmen tersebut tidak digunakan sebagai alat seleksi siswa untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya. ”Kita mengembalikan esensi asesmen tingkat nasional  sebagai tolok ukur menilai sekolahnya maupun sistem pendidikannya. Bukan siswa yang diukur,” jelas pria yang akrab disapa Mas Menteri itu.

Lalu, bagaimana teknis pelaksanaanya? Nadiem menyatakan, pihaknya masih mengembangkan teknis pelaksanaan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Yang jelas, tentu dilaksanakan berbasis komputer. Yang menjadi pekerjaan rumah Kemendikbud adalah memenuhi sarana prasarana di sekolah. Mengingat, sampai sekarang masih ada sekolahj yang belum bisa menggelar ujian nasional berbasis komputer (UNBK). ”Itu harus kita tuntaskan,” ungkapnya optimis.

Nadiem menyebut, formatnya sama seperti asesmen yang dilakukan oleh PISA (Programme for International Student Assessment), pilihan ganda. Dia memastikan tidak ada soal yang berupa hafalan dan akan dilakukan secara bersamaan seluruh Indonesia. ”Iya, dilaksanakannya pada saat yang sama. Kalau computer based format yang paling baik memang pilihan ganda, tapi bersifat HOTS (Higher Order Thinking Skills),” terang alumnus Harvard Business School tersebut.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno memastikan, asesmen baru tersebut mengedepankan penalaran. Bentuk soal bisa pilihan ganda atau esai yang beragam. Tingkat kesulitan menyesuaikan kondisi dan ekosistem pembelajaran sekolah. ” Ada yang sudah sangat bagus. Sebagus sekolah terbaik di dunia juga ada. Jelek juga ada. Disparitas (perbedaan, Red) itu keniscayaan untuk Indonesia, itu faktanya,” ungkap Totok.

Soal dibuat memang agar bisa dikerjakan oleh anak yang tertinggal samapi anak pintar. Harapannya, dari hasil tersebut pemerintah mengetahui perbedaan dan ketertinggalan siswa itu sampai level mana. Itu adalah umpan balik yang penting untuk siswa. Juga, dari proses pembelajaran di sekolah menghasilkan hasil belajar seperti apa.

”Yang jelas memang kami belum definitif. Itu pengembangan, kita juga mengerjakan mesin untuk menjawab soal tidak baku. Tidak ada mata pelajaran. Kami ingin memberikan kemerdekaan pada sekolah memaknai yang pinter itu apa? Selama ini satu ukuran. Cenderung UN, akademik,” urai pria yang juga menjabat Plt. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah itu.

Dalam melaksanakan asesmen baru, Totok berharap siswa melakukannya dengan senang. Intinya seperti refleksi. Berkaca pada diri sendiri. Sehingga, dia menegaskan tidak ada istilah remedial. Sebab, tujuannya untuk membangun tujuan belajar yang lebih baik.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X