JAKARTA- Upaya Kementerian Agama (Kemenag) untuk standardisasi kemampuan guru terbentur urusan anggaran. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan butuh waktu hingga 30 tahun untuk standardisasi kemampuan guru madrasah.
Kamaruddin menjelaskan saat ini masih ada 380 ribuan guru madras belum disertifikasi. Kemudian ada 70 ribuan guru madrasah belum memiliki kualifikasi sarjana atau S1. Dengan ketersediaan anggaran pendidikan di Kemenag, mereka hanya mampu membayar sertifikasi untuk 8.000 guru. "Maka kalau berjalan normal saja kita butuh 14 hingga 30 tahun untuk menstandarkan kemampuan guru," katanya dalam Ekspose Kompetensi Dan Profesionaliras Guru Madrasah Tahun 2019 di Jakarta (10/12).
Untuk itu dia mengatakan perlu terobosan sehingga seluruh guru dapat tersertifikasi dalam waktu lebih cepat. Apalagi di Kemenag, proses sertifikasi juga menjadi instrumen penting memastikan ide moderasi beragama untuk para guru.
Upaya yang sudah dijalankan Kemenag untuk meningkatkan mutu guru madrasah sudah cukup besar. Dana puluhan triliun lebih telah dikucurkan Kemenag melalui program sertifikasi, pembayaran tunjangan profesi, inpassing atau penyetaraan bagi guru swasta, tunjangan khusus, dan beasiswa untuk guru.
Tahun ini tunjangan Kemenag untuk membayar tunjangan profesi sebanyak 118.983 guru PNS tersertifikasi mencapai Rp 5,06 triliun. Kemudian tunjangan profesi untuk 90.704 guru non-PNS yang sudah inpassing Rp 2,98 triliun. Lalu untuk 101.484 guru non-PNS yang belum inpassing sebesar Rp 1,82 triliun.
Selain itu 4.500 guru di daerah tertinggal, terdepan dan terluar mendapatkan tunjangan sebesar Rp 72,9 miliar. Kemenag juga mengucurkan tunjangan insentif bagi guru non-PNS yang belum penyesuaian dan tersertifikasi. Total anggarannya Rp 900 miliar dengan sasaran sebanyak 241.665 guru.
Pada kesempatan yang sama Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan peningkatan kualitas guru merupakan isu inti pendidikan nasional, termasuk pendidikan Islam. "Secara berkelanjutan dan simultan terus menempuh langkah strategis meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru-guru di lingkungan Kemenag," katanya di depan 1000 undangan yang terdiri dari para guru, dosen, dan pimpinan perguruan tinggi.
Zainut lantas mengaku prihatin dengan skor Indonesia yang turun pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 yang diselenggarakan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Pada survei tiga tahunan itu kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata yakni 371 poin. Jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487 poin.
Kemudian untuk skor rata-rata matematika 379 poin. Juga masih jauh di bawah skor rata-rata OECD yaitu 487 poin. Selanjutnya untuk sains skor rata-rata siswa Indonesia yakni 389 poin. Sedangkan skor rata-rata OECD yakni 489 poin. "Untuk mewujudkan generasi bangsa yang cerdas, beban itu ada di pundak kita semua, terutama para guru," tandas Zainut. (wan)