Pendistribusian air bersih di dalam kota belum merata, terlebih yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan, seperti di Kecamatan Maratua.
MASALAH air memang tidak bisa dianggap enteng. Jarak yang jauh dari pusat kota, membuat masyarakat yang berdiam di Kecamatan Maratua harus benar-benar memanfaatkan air bersih yang diperoleh. Tak jarang warga harus membeli.
Hingga kini, masih ada tiga kampung di pulau terluar itu masih mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di antaranya, Kampung Teluk Alulu, Bohe Silian, dan Payung-Payung. Diutarakan Kepala Kampung Teluk Alulu Mustakim, warga mengandalkan air hujan atau membeli air yang dihargai Rp 150 ribu per tandon berisi 1.200 liter. "Kalau air hujan itu tidak bisa langsung digunakan, harus dibiarkan mengendap dulu," katanya. Dia berharap, pemerintah dapat memberikan solusi terkait persoalan yang dialami warganya. “Paling tidak ada penampungan besar untuk air tawar, bahkan kalau bisa disediakan tempat penyulingan air asin ke tawar,” tambahnya.
Bupati Berau Muharram menuturkan, memenuhi air bersih di Kecamatan Maratua memang cukup sulit. Sebenarnya, pemerintah telah membangun penyulingan di Kampung Bohe Silian. Namun, biaya pemeliharaan yang mencapai miliaran rupiah membuat hal itu sulit urung terlaksana. "Satu-satunya jalan ya hanya mengubah air asin menjadi air tawar. Tetapi biayanya mahal," katanya.
Dia berencana meminta bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk mengatasi persoalan tersebut. "Mudah-mudahan mereka (kementerian) mau mendukung," ungkapnya.
Sambil menunggu bantuan dari kementerian, solusi jangka pendek yang dapat dilakukan ialah membawa air bersih PDAM menggunakan kapal ponton. “Itu yang sedang dipikirkan untuk memenuhi kebutuhan air tawar di Maratua,” pungkasnya. (*/hmd/sam/dra2/k8)