KPK Tagih Komitmen Reformasi Birokrasi, Honor Tambahan ASN Dihilangkan

- Selasa, 10 Desember 2019 | 11:30 WIB

JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah mempercepat penerapan sistem penggajian tunggal (single salary system) aparatur sipil negara (ASN). Dengan begitu, ke depan diharapkan tidak ada lagi ASN yang menerima honor tambahan dari berbagai kegiatan. Sistem itu berlaku di KPK saat ini.

Usulan sistem penggajian tunggal itu kembali disampaikan KPK pada puncak peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia), kemarin (9/12). Ketua KPK Agus Rahardjo berharap komitmen menerapkan sistem tersebut bisa segera diwujudkan dalam waktu dekat. ”Jadi menjadi pejabat itu sudah tidak mendapatkan honor lagi,” kata Agus saat diskusi di gedung KPK.

 Agus memberikan gambaran tentang penerapan sistem penggajian tunggal di KPK sekarang ini. Menurut dia, pegawai KPK tidak menerima honor dari setiap kegiatan. Baik itu kegiatan yang diselenggarakan KPK maupun entitas lain. ”Saya yakin kalau itu (gaji) dijadikan satu, itu mungkin akan lebih baik,” tuturnya dalam diskusi yang juga dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu.

Komisioner asal Magetan itu juga berharap pemerintah mempercepat komitmen pencegahan korupsi di berbagai lini melalui sistem e-government. Sistem itu diantaranya meliputi e-budgeting, e-procurement, dan e-catalog. Selain itu Agus juga meminta percepatan reformasi birokrasi untuk perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.

Sementara itu Menkeu Sri Mulyani mengatakan penerapan sistem penggajian tunggal dengan menghapus honor tambahan bagi ASN tidak bisa langsung dilaksanakan. Sistem itu harus dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan banyak hal. Salah satunya memperbaiki remunerasi ASN dengan melihat kekuatan APBN.

”Tidak bisa langsung melakukan adjustment (pengaturan) yang kemudian (menyebabkan) tidak sustainable APBN-nya,” ujarnya. Ani -sapaan Sri Mulyani- menyebut perbaikan remunerasi harus dikaitkan dengan kemampuan keuangan negara. ”Ini semacam ayam dan telur (mana duluan), oleh karena itu harus dilakukan secara bertahap,” paparnya.

Sri menjelaskan road map dan platform pencegahan korupsi pemerintah sejatinya sama. Yakni bagaimana menghilangkan faktor awal yang menjadi alasan ASN melakukan korupsi. Alasan pertama, kata dia, yaitu terkait pendapatan atau gaji. Pendapatan itu harus disesuaikan dengan kompetensi, ruang lingkup tanggungjawab dan tantangan yang dihadapi.

”Kalau di luar dia (ASN) bisa ditawari gaji yang sangat besar namun di dalam kementerian atau di dalam ASN dapat gaji yang sangat rendah maka itu kita sebelumnya mendzolimi (ASN),” ungkap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia (Wolrd Bank) itu. ”Tapi kalau kita katakan (gaji) sebagai ASN harus sama dengan harga di market (pasar) itu juga nggak benar,” imbuh dia.

Sri juga menyebut indikator lain yang harus menjadi pertimbangan penerapan sistem penggajian tunggal itu. Yakni masalah integritas. Dia mencontohkan pegawai di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang setiap hari berurusan dengan uang negara. ”Godaan (untuk korupsi) itu ya setiap detik ada,” terangnya.

Di sisi lain, peringatan puncak Harkordia 2019 menjadi ajang KPK pamer upaya pencegahan. Agus Rahardjo mengatakan telah melakukan pencegahan korupsi dan penyelamatan uang negara mencapai Rp 63,9 triliun. Agus mengatakan nilai Rp 63,9 triliun itu terbagi dalam tiga kelompok.

”Potensi penyelamatan berdasarkan hasil kajian Litbang (KPK, Red) Rp 34,7 triliun," katanya. Kemudian optimalisasi pendapatan daerah dari berbagai sumber Rp 29 triliun dan gratifikasi uang serta barang Rp 159,3 miliar. Hanya beda dengan tahun sebelumnya, peringatan Hakordia kemarin tidak dihadiri Presiden Joko Widodo (Jokowi).

KPK semula mengundang Jokowi. Namun beberapa hari jelang pelaksanaan, kehadiran Jokowi diwakilkan oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin. Sejumlah menteri hadir pada acara itu. Diantaranya Menag Fachrul Razi, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menkopolhukam Mahfud MD, dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah.

Selain memaparkan kerja KPK, Agus juga mengatakan saat ini yang masih dikeluhkan pengusaha adalah masalah perizinan. Pemerintah perlu terus mendorong implementasi online single submission (OSS). Kemudian program OSS juga perlu disinkronkan dengan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).

Dalam kesempatan yang sama Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo selaku Ketua Tim Nasional Pencegahan Korupsi menyampaikan capaian triwulan III 2019. Menurutnya program strategi nasional pencegahan korupsi masih perlu ditingkatkan. Diantaranya di menyebut layanan OSS saat ini masih terdapat pada 25 aplikasi di kementerian, lembaga, serta instansi pemerintah daerah.

Selain itu program sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE) juga masih berjalan lambat. Pemicunya beragamnya aplikasi yang digunakan oleh instansi atau lembaga. Dia lantas menyampaikan laporan evaluasi capaian pencegahan korupsi di instansi pusat dan daerah.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X