JAKARTA-Aparatur sipil negara (ASN) bisa jadi profesi paling diincar saat ini. Bukan hanya iming-iming tunjangan pensiunnya. Tapi, juga fleksibilitas waktu dan lokasi kerja. Mulai tahun depan, ASN diperkenankan bekerja di luar kantor. Bukan itu saja. Mereka bisa bekerja empat hari dalam seminggu. Menarik bukan?
Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Rudiarto Sumarwono menjelaskan, konsep besar dari kebijakan itu ialah flexible working arrangement. Di mana di dalamnya mencakup soal lokasi dan waktu kerja. “Ini diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS,” ujarnya di Jakarta (7/12).
Untuk pengaturan waktu, kata dia, tak serta-merta ditetapkan empat hari. Namun, ada ketentuan minimal jam kerja yang harus dipenuhi PNS. Yakni, 40 jam dalam satu minggu. Nah, ketika ketentuan minimal itu bisa dicapai sebelum lima hari kerja tentu itu jadi bonus baginya. Dirinya boleh mengambil libur. “Empat hari kerja itu hanya analog. Itu juga kalau flexible arrangement sudah tertata dengan baik. Sasaran kinerja pegawai terpenuhi,” jelasnya.
Nah, untuk melihat efektivitasnya bakal dilakukan piloting project di 17 instansi pemerintah mulai Januari - Desember 2020. Ke-17 instansi tersebut meliputi 7 instansi pusat dan 10 instansi daerah. Seluruhnya dirasa memenuhi tiga kriteria yang ditetapkan, seperti mewakili uniqueness masing-masing daerah di Indonesia, ada keinginan perubahan dari pemimpinnya, serta pemimpin instansi berkomitmen menerapkan perubahan yang ada.
Kendati demikian, fleksibilitas waktu dan lokasi kerja itu tidak bisa diterapkan pada semua lini pekerjaan. Artinya, tidak semua PNS bisa menikmatinya. “Ini tidak berlaku untuk yang pelayanan publik ya. Karena enggak mungkin ‘kan orang bikin KTP di rumah,” tegasnya.
Dia meyakini, implementasi PP 30/2019 akan berdampak positif bagi output yang ditargetkan. Apalagi, ke depan, evaluasi pejabat ASN terutama eselon I dan II tidak hanya dilakukan atasan saja. Tapi, juga dari rekan dan anak buah. Sehingga, bisa lebih fair. “Karena yang digunakan sistem 360 degree,” katanya.
Ketika sasaran kerja tidak tercapai, lanjut dia, maka yang bersangkutan diberi waktu enam bulan untuk memperbaiki. Namun, jika tak juga membaik setelahnya maka ASN bisa digeser, turun jabatan, hingga diberhentikan. “Menpan sedang menyusun aturan turunannya untuk PP 30/2019 ini untuk pelaksanaan detailnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengaku sudah menerapkan fleksibilitas waktu ini di lembaga yang dipimpin olehnya. ASN LIPI dibebaskan mengatur waktu kerjanya, dengan syarat pukul 10.00 – 14.00 WIB ada di kantor dan memenuhi ketentuan 37,5 jam kerja. Hasilnya, produktivitas terbukti naik. “Saya menyebutnya core time, bentuk dari flexible time, tanpa melanggar aturan, yakni 37,5 jam kerja seminggu,” ujarnya.
Terobosan itu sengaja diambil olehnya karena dinilai perlu. Menurutnya, dengan kondisi kota metropolitan yang sangat padat dan rawan kemacetan maka upaya hadir ke kantor tentu tak mudah. Apalagi, kalau harus hadir dari pukul 09.00 WIB dan pulang 17.00 WIB. “Kami harus realistis juga ya. Yang penting aturan jam kerja tetap dijalankan,” papar alumnus Hiroshima University, Jepang tersebut.
Tapi, harus digarisbawahi. Kebijakan itu tidak bimsalabim. Sebelumnya, ia harus menetapkan indikator kinerja karyawan terlebih dahulu. Semua kinerja diukur dengan transparan. Dengan begitu, pengawasan terhadap kinerja para ASN pun bisa dimaksimalkan juga. (mia/JPG/rom/k15)