Tahun Depan, Pedagang Online Wajib Punya Izin

- Sabtu, 7 Desember 2019 | 10:36 WIB

JAKARTA – Pelaku bisnis online kini tak bebas lagi. Melalui PP Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik, pemerintah resmi mewajibkan pelaku yang berjualan di e-commerce memiliki izin usaha. Dengan aturan itu, pelaku usaha atau online shop yang selama ini berjualan di Lazada, Bukalapak, Tokopedia, dan sebagainya wajib memiliki izin usaha.

Ekonom Indef Nailul Huda menyebutkan, salah satu alasan pemerintah membuat aturan itu adalah merapikan administrasi dari pelaku usaha bisnis digital yang selama ini belum tertata dengan rapi. Terutama soal data. “Nah, adanya aturan ini diharapkan ada data yang jelas bagi pemerintah,” ujarnya (4/12).

Sebagaimana diketahui, selain PP yang sudah terbit tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga akan menerbitkan aturan turunan permendag. Dua aturan tersebut akan disosialisasikan Kemendag kepada pengusaha online 9 Desember mendatang. Targetnya, permendag itu diteken dan mulai berlaku pada awal 2020.

Menurut Huda, dampak positif bagi pemerintah dengan adanya peraturan tersebut adalah data yang bisa digunakan untuk keperluan perpajakan. Namun, di sisi lain, dampak ke pebisnis akan negatif mengingat akan menimbulkan biaya izin usaha. “Selama ini kan pelaku usaha gratis membuka toko online. Maka, jika ada biaya izin usaha pasti akan menurunkan minat pelaku usaha di bisnis e-commerce,” tambahnya.

Vice President of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak menyebutkan, PP No.80/2019 itu perlu dipertimbangkan karena tidak sejalan dengan visi Indonesia. Yakni, mendorong kemudahan berbisnis dan pertumbuhan UMKM baru.

“Dengan aturan ini, artinya, yang boleh berbisnis online hanya pengusaha besar dan memiliki izin. Padahal, dengan kemudahan berbisnis online, pengusaha yang awalnya sampingan atau coba-coba, akhirnya bisa jadi usaha serius dan kemudian memiliki izin,” tegasnya.

Di sisi lain, tidak jelas bagaimana tata cara penegakan aturan itu ke platform media sosial dan chat yang berisi banyak transaksi informal, tidak termediasi, dan bahkan rentan akan penipuan. “Bayangkan, lewat aturan ini, model bisnis marketplace C2C harus melakukan penyesuaian dengan hanya menerima merchant yang sudah besar dan memiliki izin,” tuturnya.

Assistant Vice President of Public Policy and Government Relations Bukalapak Bima Laga menuturkan, aturan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi UMKM untuk memperluas jangkauan pasarnya. Menurut dia, itu menjadi hal baru yang harus diadaptasi para pelaku UMKM. “Tapi, lagi-lagi, kami belum bisa berkomentar banyak. Sebab, kami sedang mengkaji aturan tersebut,” jelasnya.

Ranger Komunitas Bukalapak Jakarta Putri Wanna menyebutkan, kabar maupun sosialisasi peraturan tersebut belum sampai pada pelaku usaha online. “Masih baru banget kan ya,” ujarnya.

Putri dan rekan-rekannya berharap jika memang peraturan tersebut diberlakukan dan pelaku usaha diwajibkan memiliki izin, pengurusannya harus sederhana. “Sebenarnya, tidak masalah selama proses registrasinya dibikin sesimpel mungkin. Jangan malah menyusahkan pelaku usaha dan online shop,” katanya.

Selain itu, Putri berharap pemerintah memberikan waktu untuk sosialisasi dan masa transisi. Misalnya 6–12 bulan. Untuk mempermudah, lanjut dia, pemerintah juga perlu membuat banyak pintu untuk pengusaha mengurus perizinan. Jadi, tak hanya mengandalkan OSS. (agf/ndu2)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Harga TBS Turun di Setiap Kelompok Umur

Senin, 6 Mei 2024 | 14:22 WIB

Harga Kakao Berau Semakin “Manis”

Senin, 6 Mei 2024 | 12:48 WIB

BRI Buka Kantor Layanan Baru di Kampus Unmul

Jumat, 3 Mei 2024 | 14:36 WIB
X