Komoditas pisang kepok atau kerap dikenal pisang sanggar yang tumbuh subur di Kutai Timur (Kutim) diminati pasar internasional. Salah satunya, Malaysia dengan permintaan ekspor 800 ton per bulan.
SANGATTA–Tingginya permintaan tersebut belum mampu dipenuhi Kutim. Jadi, pada 2019, Dinas Pertanian (Distan) Kutim baru mengekspor sekitar 40 ton. Kadistan Kutim Sugiono menyampaikan, belum lama ini, pihaknya mengirim 20 ton pisang kepok asal Kecamatan Kaliorang.
"Pertama kali mengirim itu Kecamatan Kaubun pada 25 Oktober sebanyak 40 ton, pengiriman kedua pada 30 November sebanyak 23 ton. Kami diminta 800 ton tiap bulan," ungkapnya.
Belum bisa banyak mengirim, menurut dia, karena petani di Kutim baru mulai merawat dan menanam kembali, sehingga perlu waktu sekitar satu tahun untuk meningkatkan produksi pisang. "Saat ini belum ada target, masih semampunya dulu untuk kirim setiap bulan. Nanti baru dihitung lagi," tuturnya.
Meski belum mumpuni memenuhi kuota, dia mengapresiasi semangat para petani dalam mengembangkan perkebunan, terlebih pasar ekspor saat ini sudah jelas. Dia membina sejumlah petani dari Desa Mata Air dengan luas lahan 15 hektare dengan jumlah petani sebanyak 39 orang.
Desa Bumi Rapak 9 hektare dengan petani sebanyak 27 orang. Desa Bumi Jaya 6 hektare dengan 15 orang petani juga Desa Cipta Graha seluas 8 hektare dengan 23 petani.
"Kebetulan kami lagi rekap komoditas pertanian untuk 2019 ini. Petani ini binaan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Kecamatan Kaliorang. Sesuai arahan dari Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian," terangnya.
Sugiono menambahkan, hal tersebut menjadi bukti nyata kontribusi petani Kutim dalam pemenuhan ekspor pisang kepok ke Malaysia. Luasan lahan pisang kepok yang ditanam petani-petani asal Kaliorang mencapai ratusan hektare.
"Ke depan, kami berupaya agar bisa memenuhi kuantitas kebutuhan ekspor itu tiap bulannya ke Malaysia," tutupnya. (*/la/dns/k8)
