SAMARINDA–Air muka Kayat datar, kala mendengar jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengucap 10 tahun penjara sebagai hukuman untuknya di Pengadilan Tipikor Samarinda (4/12). Menurut jaksa, hukuman ini setimpal. Sebab, Kayat sudah menerima suap terkait profesinya sebagai hakim di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
JPU KPK Arief Suhermanto mengatakan, Kayat telah menyalahi profesi. Dari 537 halaman berkas tuntutan yang dibacakan Arief dan rekannya; Nur Haris Arhadi, keduanya mengurai bagaimana Kayat mengambil keuntungan tak baik dari profesinya. Berdalih hendak pindah ke PN Sukoharjo, Jawa Tengah, Kayat lalu menagih "oleh-oleh" pada Johnson Siburian.
Padahal, Johnson adalah pengacara Sudarman yang sebelumnya divonis bebas oleh Kayat dalam kasus penipuan dokumen. Suap ini juga bukanlah pertama yang diterima Kayat. Dalam persidangan, JPU KPK pun mengurai salah satu suap yang diterima Kayat dari pengusaha batu bara.
"Pada dasarnya tidak kami mengaitkan. Tetapi fakta yang muncul di persidangan. Bahwasanya, terdakwa ini (Kayat) tidak hanya sekali menerima sesuatu dalam jabatan sebagai hakim. Tetapi juga beberapa kali menerima uang yang terkait dalam perkara. Jadi, kami hanya menunjukkan, meyakinkan majelis hakim," jelas Arief.
Dalam kasus ini, Kayat dianggap JPU telah menerima uang suap yang berkaitan dengan vonis bebas Sudarman. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat, 3 Mei 2019, Kayat menerima uang Rp 99 juta yang diletakkan staf Johnson Siburian selaku kuasa hukum Sudarman, dalam mobil berwarna silver di halaman kantornya. Selain dituntut 10 tahun, Kayat didenda Rp 1 miliar.
"Atau diganti dengan kurungan penjara selama enam bulan," sambung Arief. Selanjutnya, Kayat juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 372,216 juta. Jika dalam sebulan setelah diputus pengadilan Kayat tak juga membayar, jaksa dapat menyita harta benda milik hakim nonaktif ini. Lalu hartanya akan dilelang untuk menutup uang pengganti.
Apabila harta bendanya tak cukup membayar uang pengganti, pidana dua tahun menanti. JPU KPK menilai, Kayat terbukti melakukan tindak pidana. Hal ini merujuk Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mendengar tuntutan itu, Kayat pun berdiskusi dengan Suartini dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusaka yang mendampinginya.
"Kami meminta waktu dua minggu untuk menyiapkan pembelaan," ucap perempuan berambut sebahu itu yang kemudian dikabulkan majelis hakim. (nyc/riz/k16)