TENGGARONG-Manajemen PT Sumber Bara Abadi (SBA) diterpa masalah. Teranyar, perihal jalan hauling yang belum mengantongi izin alih fungsi kawasan hutan.
Selain membuka jalan, membuka areal untuk pertambangan di kawasan hutan yang berstatus areal penggunaan lain (APL). “Kawasan hutan APL dipastikan pemerintah bakal dipertahankan keberadaannya. Belum kantongi izin dari instansi terkait membuka kawasan hutan itu,” ujar Ketua Projo Kukar Sigit Nugroho.
Ia mengatakan, dari pembukaan lahan tersebut, masih ada tegakan rimba campuran yang dibabat untuk membuka jalur hauling. “Harusnya sebelum menebang itu diselesaikan dulu izin pemanfaatan kayu (IPK), karena dari itu dikonversi dengan kewajiban pembayaran penggantian nilai tegakan, dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan (PSDH),” ujarnya.
Menurut perhitungan yang diperoleh, dari penggantian tegakan, DR serta PSDH sekitar 36 hektare APL yang dibuka, proses administrasi yang harus dibayar sekitar Rp 6-8 miliar. “Kalau tak ada izin IPK sama saja perusakan dan pembalakan. Anehnya, sejak berita acara dikeluarkan Dishut, belum ada sanksi administrasi dan pidana,” bebernya.
Terpisah, Project Manager PT SBA Jonson mengatakan, pihaknya sudah berkonsultasi dengan tim Dishut Kaltim soal perizinan IPK tersebut. Tim yang bekerja di lapangan saat ini sudah menghitung tegakan yang mencapai 90 persen, termasuk DR-PSDH.
“Bisa dicek, kami sudah cukup lama mengurus izin IPK, tapi agak lama selesai. Saya bingung seperti apa jalurnya,” tuturnya. Kepala Dishut Kaltim Amurullah tak menjawab panggilan media ini saat dikonfirmasi melalui ponselnya, begitu pula saat mengirimkan pesan singkat.
Sebelumnya, sikap manajemen PT SBA di Jakarta masih bersifat normatif perihal berlayar tongkang batu bara yang belum dilengkapi perizinan terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS). Hal itu karena pucuk pimpinan perusahaan asing tersebut belum bersikap untuk memberikan hak jawab.
External PT SBA Suheri mengatakan, soal TUKS, pihaknya sudah memproses perizinan sesuai koridor. “Saya akan diskusi dulu karena pimpinan belum bisa menentukan soal hak jawab perusahaan atas pemberitaan itu,” ungkap pria yang berkantor di Jakarta tersebut. Hingga saat ini, belum ada arahan dari pimpinan soal hak jawab. (adw/dra/k16)