Terkejut Legalisasi Obat Terlarang, Masalah Homeless Jadi Sorotan

- Kamis, 28 November 2019 | 13:47 WIB

Di balik adidaya Amerika, negara tersebut juga menyimpan persoalannya. Sebagai negara maju, tunawisma berkeliaran di beberapa sudut kota.

 

RADEN RORO MIRA, Samarinda

 

SETELAH transit di Tokyo dan Chicago pada 25 Oktober lalu, perjalanan hampir 24 jam itu membawa Hanna Pertiwi ke Ronald Reagan Washington National Airport, Amerika Serikat. Total enam hari Hanna dan sembilan peserta Outstanding Youth for The World dan International Visitor Leadership Program (OYTW-IVLP) menghabiskan waktu di sana.

Mendapat pemahaman mengapa AS menggunakan sistem federal. Pemerintahan sipil di mana beberapa negara bagian membentuk kesatuan. Setiap negara tersebut memiliki kebebasan mengelola urusan dalam negerinya. “Kami jadi tahu. Ternyata ada beberapa negara bagian yang sengaja tidak menerima dana dari pusat untuk mengelola negara bagiannya. Membahas juga tentang keterlibatan pemuda sebagai agen perdamaian,” terang Hanna.

Universitas Georgetown pun mereka sambangi. Mereka juga mengunjungi Indonesian Muslim Association in America (IMAAM Center). Bertemu dengan Duta Besar Indonesia untuk Amerika yang kini didapuk sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar.

Selesai di ibu kota Amerika, 10 pemuda wakil Indonesia tersebut terbang menuju New York. Di sana mereka mengupas soal investasi Amerika-Indonesia.

Promosi dialog keanekaragaman dan multi-agama hingga jumpa dengan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat (Permias). Mereka juga mengunjungi New York University. “Berkesempatan pula ke United Nations Building NYC,” sebut perempuan 23 tahun itu. Agenda lainnya, diskusi panel dengan The American Indonesian Chamber of Commerce (AICC) atau Kamar Dagang Indonesia Amerika hingga dialog antar-agama dengan Dewan Realitas Masyarakat Yahudi.

New York menjadi satu negara bagian yang tak akan Hanna lupakan. Lima hari di sana, ingar-bingar kotanya menyihir. “Setelah itu, kami ke New Orleans, tepatnya di Louisiana. Lima hari juga di sana,” jelasnya. Bertema workshop kepemimpinan, peran pers dalam masyarakat demokratis, hingga sumber daya manusia muda. Berdiskusi dengan Dr Behrooz Moazami di Loyola University, Founder and Director Middle East Peace Studies (Studi Perdamaian Timur Tengah).

Terakhir, Hanna bertolak ke San Francisco. Terhitung 11–16 November dia lalui. Advokasi lokal untuk konservasi, upaya mahasiswa membangun kesadaran budaya, inovasi, dan wirausaha terfokus Indonesia serta membahas 70 tahun hubungan bilateral Indonesia-Amerika. Berdiskusi dengan Berkeley Indonesian Student Association (BISA) lalu mendengarkan pemaparan Dr George Anwar di Universitas California.

Stanford University pun mereka datangi, mengikuti kuliah Dr Don Emmerson. “Kami mengikuti kuliah juga di sana. Mahasiswanya aktif semua. Pemikirannya juga out of the box. Beda sama kita yang malah lebih banyak diam,” celetuknya kemudian tertawa. Satu hal yang menarik perhatian Hanna selama di San Francisco, negara bagian tersebut seperti rumah bagi homeless atau tunawisma.

Rombongan OYTW-IVLP pun bertemu orang Indonesia, yang membuka kedai kopi dan memberdayakan para homeless sebagai pekerja. “Sebagian keuntungan juga disisihkan untuk pemberdayaan homeless di sana.” Di balik “kuasa” Amerika, terlepas permasalahan homeless, kebersihan ruang publik seperti sarana transportasi juga membuat Hanna kaget. Khususnya di San Francisco.

Dijelaskan dalam diskusi dengan beberapa tokoh di sana, persoalan mendasarnya adalah ketergantungan pemuda dalam penggunaan obat terlarang. Hukum di sana melegalkan. “Nah, sistem penggunaan transportasi di sana membuat bingung, belum lagi jorok banget, bau pesing. Selain itu, di sana memang sangat bebas. Pemudanya bebas ciuman, bahkan seks di jalan. Efek obat itu kali ya,” sebut Hanna sambil geleng-geleng.

Meski begitu, beberapa tokoh pemuda yang mereka temui juga memiliki pikiran kritis. Dalam menanggapi atau semisal memprotes kebijakan pemerintah, dilakukan dengan “elegan”. “Keren sih cara mereka. Mungkin karena permasalahan di sana kompleks, jadinya mau tidak mau menuntut pemikiran pemudanya jadi lebih kreatif juga kan?” tukas perempuan kelahiran Samarinda itu.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X