Literasi Fintech Perlu Ditingkatkan, Pinjaman Online Tumbuh, Investasi Sepi Peminat

- Kamis, 28 November 2019 | 11:22 WIB

Perusahaan yang bergerak di sektor finansial teknologi (fintech) terus berusaha meningkatkan literasi di masyarakat. Sebab hingga saat ini masih banyak jasa fintech yang nakal dan membahayakan.

BALIKPAPAN – Produk fintech saat ini mendapat respon positif dari masyarakat. Terutama pinjaman online. Kecepatan dan kemudahan dalam mencairkan dana pinjaman menjadi penyebab masyarakat berani beralih dari perbankan. Tapi, pengguna fintech harus tetap berhati-hati. Karena banyak yang ilegal.

Customer Service Danamas Ivonne Ruth Tondok mengatakan respons warga Balikpapan dan Samarinda terhadap produk pinjaman online cukup positif. Namun untuk produk investasi lainnya seperti dana reksa masih terbatas. Proses sosialisasi masih perlu dilakukan untuk mendorong pola pikir investor dalam meletakkan dananya. “Masih perlu diberi pemahaman lagi,” jelasnya, Rabu (27/11).

Saat ini untuk menarik investor, produk investasi reksa dana yang dimiliki pihaknya tak memerlukan batasan waktu sehingga bisa ditarik sewaktu waktu. Selain itu juga dibebaskan untuk biaya pemasukan dan penarikan.

Sementara untuk bunga yang dikenakan sebesar 0,8 persen per bulan atau maksimal 10 persen per tahun. Dari sisi pinjaman online, pihaknya telah mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pihaknya memberikan jasa pinjaman online dimulai Rp 1 hingga Rp 7,5 juta. “Dalam sebulan ada sekitar 50 pengguna. Untuk investasi berkisar Rp 1-5 juta. Di Balikpapan pinjaman online per bulan mencapai Rp 10 juta,” jelasnya.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2019 yang dilakukan oleh Google dan Temasek pada akhir 2019 menyebut bahwa di Indonesia masih terdapat 92 juta jiwa penduduk dewasa yang belum tersentuh layanan finansial atau perbankan.

Jumlah tersebut lebih dari separuh total penduduk dewasa Indonesia yang mencapai 182 juta jiwa. Dalam kondisi tersebut, kehadiran financial technology (fintech) yang semakin menjamur di Indonesia menjadi angin segar dalam mendukung literasi dan inklusi keuangan di Indonesia, mengingat peranannya dalam memberikan kemudahan akses keuangan lewat pemanfaatan teknologi.

Bahkan, eksistensi fintech saat ini mampu turut menggerakkan roda perekonomian negara. Hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dan Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) yang dilakukan akhir 2019 ini menyebut bahwa perusahaan fintech lending diproyeksi berkontribusi Rp 100 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2020. Prediksi itu naik hampir 4 kali lipat dibanding tahun 2018, yang berada di angka Rp 25,97 triliun.

Umang Rustagi, Komisioner Kredivo mengatakan, cepatnya penetrasi pasar yang mampu dilakukan oleh fintech lantas membuat para pelaku fintech semakin mantap untuk memperkuat ekspansi bisnisnya guna memberikan dampak lebih luas bagi sektor keuangan di Indonesia atau di Kaltim.

Hal ini turut mencuri perhatian dari berbagai investor, termasuk para pelaku di sektor keuangan seperti perbankan konvensional yang turut menyalurkan dananya dan berkolaborasi dengan pelaku fintech. Bahkan, para ekonom memprediksi bahwa tren kolaborasi antara pelaku fintech dan perbankan konvensional akan semakin berkembang karena dapat saling menguntungkan satu sama lain.

“Kehadiran teknologi akan membawa perubahan bagi lanskap bisnis di sektor keuangan saat ini. Pelaku di sektor keuangan pun semakin dituntut untuk mampu memberikan layanan dan produk keuangan yang inovatif, lebih efisien, cepat, mudah, dan memberikan lebih banyak pilihan bagi masyarakat,” ucapnya.

Melalui adanya kolaborasi yang sejalan antara fintech dan perbankan dengan berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat akan menciptakan iklim sektor keuangan Indonesia yang kondusif. Selain itu, melalui kolaborasi yang terjalin, baik fintech dan perbankan dapat lebih memperkuat dan memaksimalkan perannya dalam memperluas akses keuangan bagi masyarakat.

Lebih lanjut, berbagai tantangan mungkin dihadapi oleh pelaku fintech di Indonesia yang hendak menjajaki kolaborasi dengan perbankan. Selain kredibilitas fintech yang menjadi faktor pertama dalam proses integrasi dengan perbankan, kemampuan manajemen risiko yang dilakukan oleh fintech juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi para perbankan yang ingin berkolaborasi dengan fintech.

Fintech yang mampu mengelola manajemen risiko dengan baik tentunya akan meminimalisasi indeks kredit macet, sehingga akan memberikan nilai tambah bagi performa bisnis perbankan. (aji/ndu/k18)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB
X