Sampai usia 71 tahun sekarang ini, Ahmad Tohari terus bersetia menulis cerpen, memimpin majalah berbahasa Penginyongan, dan menerima tamu demi tamu yang ingin belajar sastra. Di meja makan dia juga setia dengan sambal tempe.
BAYU PUTRA, Banyumas
SANDAL jepit Tohari, begitu dia biasa disebut, kembali melaksanakan tugas melindungi kaki tuannya pagi itu. Menjelang pukul empat pagi, Ahmad Tohari seperti biasa melangkah menuju surau memenuhi undangan Tuhan. Sepuluh langkah kecil dari pintu samping belakang kediamannya yang asri di tepi jalur utama Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah.
Sekejap setelah matahari bangun untuk bersinar pada Senin dua pekan lalu (11/11), Tohari mengambil air. Dia membasahi tanaman-tanaman kesayangannya yang tumbuh di halaman.
Anthurium, puring, anggrek, pakis, dan berbagai tanaman hias lainnya. Tidak ketinggalan pohon durian berusia 15 tahun yang buahnya menggelayut manja. Menggoda mata siapa pun yang melihatnya.
Tiga tabuh setelah subuh, mobil Suzuki hitam meluncur membawa Tohari dan topi petnya ke pusat Kabupaten Purwokerto. Sejauh 28 kilometer, menuju SMAN 2 Purwokerto. Almamater yang meluluskannya 53 tahun silam. Pekan lalu pihak sekolah memberi tahu bahwa hari itu ada rapat komite sekolah bersama wali siswa.
Hari itu, mulai pagi sampai sore, Jawa Pos berkesempatan mengikuti berbagai kegiatan sastrawan senior tersebut. Termasuk ke sekolah tempat dia menjadi anggota komite sekolah dengan status alumnus.
’’Saya sudah tiga periode. Berarti 15 tahun,’’ hitungnya, saat berbincang dengan Jawa Pos di dalam mobil yang membelah jalanan Purwokerto.
Tohari harus menanti setidaknya 40 menit di aula yang terletak di bangsal belakang sekolah. Kegiatan yang dijadwalkan berlangsung pukul 07.30 baru dimulai pukul 08.10.
Lepas rapat komite, Tohari menuju sebuah bank perkreditan rakyat syariah. Dia menyapa salah seorang staf di depan seraya mengambil satu eksemplar koran. Lantas melanjutkan perjalanan ke kantornya.
Saat ini Tohari adalah pemimpin redaksi majalah Ancas. Sebuah majalah bulanan lokal di Purwokerto.
Sebagaimana slogannya, Kalawerta Penginyongan, Ancas merupakan media yang khusus menyajikan konten berbahasa Penginyongan. Sebutan untuk bahasa yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat Purwokerto, Banyumas, dan sekitarnya. Idealisme tinggi dan konsistensi membuat majalah tersebut bertahan di tengah gempuran media berbasis teknologi.
Bila di Surabaya ada Panjebar Semangat, di Banyumas dan sekitarnya yang berbahasa ibu Penginyongan, majalah Ancas-lah yang dikenal. Tohari menulis editorial untuk setiap edisinya. Pada edisi bulan ini, dia mengupas penyakit uyuh legi alias diabetes. Menggunakan bahasa Penginyongan, dia mengulas penyakit mematikan itu secara sederhana agar mudah dipahami pembaca.