Kisah Tutik Suwani, Sarjana Perhotelan yang Pilih Mengajar di SLB

- Selasa, 26 November 2019 | 13:22 WIB

Tugas seorang guru salah satu adalah mengajarkan baca dan tulis kepada muridnya. Namun pernahkah terpikir bagaimana cara mendidik anak dengan kebutuhan khusus? Seperti Tutik, yang mengabdikan dirinya di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Kencana.

Pahlawan tanpa jasa, adalah julukan yang melekat erat pada profesi seorang guru. Sosok yang mengenalkan huruf hingga cara berhitung. Seorang guru harus sabar dalam menghadapi anak didiknya. Apalagi, jika anak tersebut memiliki keterbatasan dalam proses belajar-mengajar.

Sejak 2007 Tutik Suwarni memutuskan untuk menjadi pengajar di sekolah khusus untuk anak disabilitas. Padahal ia merupakan seorang sarjana perhotelan. Selama dua belas tahun, dirinya melalui suka-duka yang tidak semua guru dapat rasakan.

SLB Dharma Kencana ialah sekolah yang dirintis oleh almarhum suaminya, Mujiyo, pada 2003. Suaminya, yang memang menempuh pembelajaran anak berkebutuhan khusus memiliki impian untuk membangun sebuah SLB di Balikpapan.

Tutik yang sempat mengajar di sekolah dasar umum, memutuskan untuk pindah. “Dari situ saya tergerak untuk mengajar di SLB. Apalagi, saat itu guru-guru SLB memang sangat sulit,” tuturnya.

Dia berkisah, saat awal-awal menjadi guru SLB dirinya sempat merasa minder. Hal itu dia rasakan pada saat pertemuan guru-guru. Seakan menjadi guru SLB saat itu adalah hal memalukan.

Akan tetapi, hal itu adalah suatu kebanggaan tersendiri baginya. Dia mengaku senang ketika anak didiknya dapat berprestasi seperti anak normal lainnya. Meski tak dapat dimungkiri, dia sedih jika anak yang dia didik belum mampu menangkap apa yang diajarkan. Namun, hal itu dia jadikan motivasi untuk lebih berusaha lagi mendidik anak-anak muridnya.

Dalam proses belajar-mengajar, ia mengatakan perlu kesabaran lebih. Khususnya pada anak-anak penyandang tunagrahita (anak yang memiliki kecerdasan di bawah rata-rata). Perlu pendekatan lebih dalam mengatur emosional dan keaktifan mereka.

Sementara untuk anak tunarungu, pembelajarannya diutamakan ke latihan verbal. Para murid diajarkan untuk menggerakkan bibir agar tidak kaku. Bahasa isyarat hanya digunakan bahasa bantu.

Di sisi lain, dia menyayangkan masih ada beberapa orangtua dari penyandang disabilitas, yang menyembunyikan anaknya dari publik. Menurut Tutik, orangtua dari anak-anak ini harusnya bangga. Sebab, mereka diberikan anak-anak pilihan yang bisa menjadi ladang amal mereka.

“Saya berharap pada semua pihak untuk tidak menyembunyikan anak-anak berkebutuhan khusus ini. Karena mereka juga punya hak untuk belajar seperti anak normal lainnya,” tuturnya.

Kini, wanita 52 tahun ini menjabat sebagai kepala sekolah di SLB Dharma Kencana. Bahkan kedua anaknya juga mengambil jurusan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Dengan enam belas guru lainnya, mereka terus berupaya untuk meningkatkan kinerja dalam mendidik para anak berkebutuhan khusus tersebut. (*/okt/ms/k18)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X