Dari hutan produksi di Kutai Barat, kayu berkualitas tinggi dibabat lalu dikirim ke Surabaya melalui Pelabuhan Semayang. Adanya oknum petugas yang terlibat patut dicurigai.
SAMARINDA–Usaha kayu ilegal berkualitas premium di Kaltim berhasil dibongkar. Sekitar 1.300 kubik kayu disita oleh Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) Wilayah II. Pengungkapan ini berawal dari penyelidikan selama sepekan terakhir oleh Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Enggang.
Kayu yang disita berasal dari enam gudang. Tersebar di wilayah Kutai Kartanegara dan Samarinda. Sebelum disimpan di gudang, kayu tersebut dicuri dari hutan produksi di Kutai Barat (Kubar).
"Kayu-kayu yang disita kualitas premium, di Surabaya harga per kubik dua kali lipat. Bisa sampai Rp 20 juta per kubiknya," kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriono dalam keterangan pers-nya, (25/11).
Enam perusahaan yang diduga terlibat adalah UD HK, UD FQ, UD MM, UD BM, CV SER di Samarinda dan Kutai Kartanegara. Serta CV AK di Kutai Barat. Jenis kayu yang disita petugas adalah kayu olahan ulin dan meranti. Lanjut dia, identitas keenam perusahaan sengaja disamarkan lantaran masih dalam penyelidikan. “Belum ada tersangka, kami gelar perkara dulu kasusnya,” sambung Sustyo.
Tujuh truk, lengkap dengan muatan kayu turut disita sebagai barang bukti. Termasuk gudang penyimpanan ikut disegel.
"Enam direktur perusahaan itu bisa jadi tersangka," katanya. Dia menjelaskan, perusahaan-perusahaan tersebut menerima, menampung, mengolah, dan memperjualbelikan kayu illegal tanpa dokumen sah.
Kayu ilegal tersebut diperkirakan bernilai sekitar Rp 6 miliar jika diasumsikan menggunakan harga pasar. “Itu belum diakumulasikan dengan kerugian negara yang diakibatkan atas rusaknya hutan dan illegal logging,” katanya. Menurut dia, dari analisis dan operasi intelijen Gakkum KLHK, dokumen peredaran kayu bulat atau dokumen kayu olahan berawal dari aktivitas illegal logging.
Perusahaan-perusahaan tersebut diduga melakukan pelanggaran tindak pidana kehutanan. Mengedarkan kayu dengan menggunakan dokumen angkutan kayu tak sah. "Rata-rata kerjanya malam, mudah mengelabui petugas. Dimulai masing-masing dari Kubar atau Kukar, kemudian ke Samarinda lalu menuju Balikpapan untuk dibawa menggunakan kapal laut menuju Surabaya," urainya.
Sustyo menyebut, kayu-kayu ilegal ini melalui proses penghalusan sisi kanan dan kiri. Setelahnya, dicuci agar seolah-olah dari kayu sah industri primer. Ada juga kayu yang diolah menjadi kecil. Sesuai pesanan. Selanjutnya diangkut menggunakan truk menuju Pelabuhan Semayang, Balikpapan.
“Rata-rata di Surabaya itu pembeli juga dan itu terputus,” tambahnya. Dirinya menegaskan, aktivitas ilegal pencurian kayu dimulai dari pembalakan liar di Kubar. Setelah ditebang dan diolah di dalam hutan, kayu-kayu yang masih berukuran balok dibawa keluar hutan menggunakan kendaraan besar.
"Intinya, kegiatan itu melanggar hukum. Kami enggak ada urusan dengan yang backing (polhut, polisi, tentara), yang main-main tetap ditindak," jelasnya. Sustyo menegaskan, segera menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk kasus illegal logging. Sehingga dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh Gakkum KLHK Wilayah II Kalimantan.
"Kami terbitkan pemanggilan dulu. Kalau tidak mengindahkan, bisa dibawa paksa," tegasnya. Jika keenam pimpinan perusahaan yang bersangkutan menghilang, pihaknya juga dapat menerbitkan daftar pencarian orang (DPO). “Kalau keluar negeri, kami koordinasi dengan Interpol,” sebutnya.
Hutan Kalimantan, lanjut Sustyo, dikenal sebagai penghasil kayu. Namun, dia menyayangkan industri yang kurang berkembang menjadi penyebab praktik ilegal tersebut terjadi. "Kalimantan itu penghasil kayu, industrinya tidak berkembang. Yang berkembang malah di Jawa dan Sumatra," terangnya.