Peliput:
Muhammad Najib
Nofiyatul Chalimah
Apapun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.
BEGITU petikan akhir pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim yang telah dibagikan untuk dibaca dalam perayaan Hari Guru Nasional 2019 yang jatuh pada hari ini (25/11). Tulisan itu seketika menyentak hati. Ada optimisme yang terbangun untuk para guru atau dunia pendidikan di negeri bisa berubah.
Dalam pidato yang ditulis sendiri oleh Nadiem itu meminta kepada guru di mana pun berada agar melakukan perubahan kecil di kelas mulai hari ini. “Ajaklah (murid) di kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas,” katanya.
Dia mengajak para guru untuk mencetuskan sebuah proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh pelajar di kelas. Lalu temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. “Tawarkan bantuan pada guru yang sedang mengalami kesulitan,” harapnya.
Isi pidato mantan bos Go-Jek itu merupakan potret pendidikan di Indonesia. Tentu hal tersebut juga bagian dari gambaran pendidikan di Kaltim. Di provinsi ini bukan hanya guru yang belum banyak berinovasi. Tetapi jauh sebelum itu. Mulai kesejahteraan, sebaran yang tak merata, hingga fasilitas pendidikan.
Seperti para guru yang berjuang di sebuah sekolah di ujung “hidung” Kalimantan. Mereka bertanggung jawab mencerdaskan anak-anak pesisir Selat Makassar yang bersekolah di SD 01 Teluk Sumbang, Kecamatan Bidukbiduk, Berau.
Sekolah itu delapan jam dari ibu kota Berau, Tanjung Redeb, dengan jalan tidak mulus, juga tak tersentuh jaringan telepon dan internet. Atau berjarak sekitar 200 kilometer. Sekolah itu pun baru merasakan listrik sejak tahun lalu. Berkat pembangkit listrik tenaga surya yang diberikan oleh sebuah organisasi dari luar negeri untuk Teluk Sumbang.
Di SD itu, ada 80 siswa dengan 12 guru yang setengahnya adalah PNS. Namun, mereka harus bersabar. Masalah jaringan dan akses, membuat mereka kerap ketinggalan buku pelajaran. Ya bagaimana mereka mau berinovasi di bidang teknologi jika internet tak dijangkau? Juga, bagaimana mau belajar optimal jika buku pelajaran susah diakses?