DINAS Ketenagakerjaan (Disnaker) Balikpapan menyebutkan sebanyak 106 warga Kota Minyak, kini berstatus Pekerja Imigran Indonesia (PMI). Mereka bekerja secara resmi dan berada di sektor formal dengan tujuan terbesar ke Sana’a, Kairo, Sydney dan sebagainya.
Kepala Disnaker Balikpapan Tirta Dewi menuturkan, pihaknya sudah menangani beberapa kasus terkait WNI di luar negeri. Misalnya pada 2018, Disnaker membantu dua kepulangan jenazah WNI yang bekerja di sektor formal dan informal. Keduanya dipulangkan dari Penang dan Papua Nugini.
Sementara tahun ini, Disnaker juga menangani tiga kasus. Di antaranya memulangkan PMI ke daerah asalnya di Penajam Paser Utara. Kemudian WNI yang mengalami kecelakan di Yunani dan Uni Emirates Arab (UEA). “Santunan sudah disampaikan kepada ahli waris, kami laporkan ke Kemenlu,” katanya.
Saat ini, Disnaker membantu dalam hal rekomendasi terhadap pemberian paspor bagi PMI yang ingin bekerja di luar negeri. Tidak sembarang rekomendasi. Sejauh ini, Disnaker baru mengeluarkan lima rekomendasi melalui BP3TKI Banjar Baru, Kalsel.
Pihaknya mengecek bagaimana kelengkapan dan siapa sponsor mereka. Apalagi sudah memasuki masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), artinya area pasar bebas tenaga kerja. Dia berharap semua pemangku kepentingan bisa mencerdaskan PMI yang ingin bekerja di luar negeri.
“Mereka harus benar-benar memiliki skill dan sponsor yang tepat, bukan justru mencelakakan,” sebutnya. Disnaker ingin PMI harus dapat melindungi diri dengan hati-hati dalam memilih agen dengan teliti. Menurutnya bimtek ini juga penting karena potensi kasus WNI sangat besar dan butuh penanganan.
“Kerja sama pusat dan daerah karena kewenangan Kemenlu hanya sampai bandara, tapi dalam negeri butuh koordinasi dengan kabupaten/kota dan provinsi,” imbuhnya. Apalagi di Kalimantan belum memiliki Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) sebagai pintu keluar.
Dengan PTSA, mereka bisa pantau dengan baik berapa WNI yang keluar dan masuk atau pulang. Sehingga seluruh instansi yang membutuhkan dokumen PMI cukup melalui PTSA. “Jadi hanya satu tempat dan transparansi. Kami akan koordinasi ke Kementerian Ketenagakerjaan,” ucapnya.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha menambahkan, keberadaan PTSA di daerah mampu menyederhanakan dan mempermudah proses kepengurusan dokumen PMI. Bahkan ada dalam amanat UU untuk memiliki PTSA. Itu sudah mandat dalam UU 18/2017 tentang perlindungan PMI.
“Proses kepengurusan dokumen yang mudah membuat mereka tergerak untuk pergi melalui jalur yang aman. Sehingga tidak jadi korban tindak perdagangan orang,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Kaltim Usriansyah menambahkan, Kalimantan menjadi tempat hijrah WNI ke Malaysia bagian timur. Baik dari Sulawesi, Jawa, dan daerah lain. Sehingga potensi urusan terkait masalah yang cenderung semakin berat.
Pihaknya mengadakan roadshow ke daerah untuk meminta warga menahan diri dan tidak mencari pekerjaan di negeri orang. Kecuali mempunyai keahlian khusus seperti perawat, dokter, engineer.
“Kaltim boleh mengirim tenaga kerja dengan catatan memiliki kompetensi dan sertifikasi khusus. Sementara untuk PTSA masih dalam proses, kemungkinan 2020 sudah bisa berjalan," pungkasnya. (gel/kri)