Hanya enam perkara pemilu yang masuk meja hijau. Puluhan lainnya menguap.
SAMARINDA–Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 di Benua Etam tidaklah mulus tanpa pelanggaran. Sengketa, pelanggaran administrasi hingga pidana, serta perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) menghiasi jalannya pesta demokrasi.
Dari 10 kabupaten/kota plus tingkat provinsi ada 81 pelanggaran administrasi dan 59 pidana pemilu yang ditangani Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dari temuan atau laporan masyarakat.
Kendati begitu, dari 59 pidana pemilu yang tercatat hanya enam perkara pemilu yang benar-benar diproses ke meja hijau. Sisanya, menguap ketika kasus-kasus itu digodok di Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Komisioner Bawaslu Kaltim Hari Dermanto mengaku memang masih ada kelemahan penindakan pelanggaran pemilu se-Kaltim pada pemilu serentak, beberapa waktu lalu. Namun, semua itu tidak mengisyaratkan kelemahan pembuktian laporan atau temuan yang diperoleh.
Semua, sambung dia, perlu verifikasi matang di Gakkumdu yang berisi Bawaslu, kejaksaan, dan kepolisian, untuk memastikan kelayakan perkara itu digulirkan. Upaya pencegahan boleh dikatakan maksimal jika mengomparasikan penanganan pelanggaran administrasi.
“Enggak dimungkiri. Lemah penindakan, maksimal pencegahan,” tuturnya dalam Workshop Publikasi Pengawasan Penyelenggaran Pemilu.
Kutim jadi daerah yang memiliki pelanggaran administrasi terbanyak. Sementara Bontang jadi daerah yang paling gemuk urusan dugaan pidana pemilu dengan 11 perkara.
Kendati demikian, sambung Hari, total pelanggaran itu belum menyertakan masalah ketertiban peserta pemilu memasang alat peraga kampanye (APK). Jika tertib pemasangan ini turut dituangkan, jelas Samarinda, Kutai Kartanegara, dan Balikpapan juaranya. Sebab, jumlah peserta pemilu di tiga daerah ini yang terbanyak.
“Menilainya karena mereka satu dapil dan jumlah keterwakilan yang dipilih besar,” singkatnya. (*/ryu/dwi/k8)