Penerapan sertifikasi sebagai salah satu syarat pernikahan ditegaskan Kementerian Agama (Kemanag) Berau baru sebatas wacana.
TANJUNG REDEB–Kapala Kemanag Berau Sulaiman menuturkan, hal tersebut memang menjadi program yang akan digagas Menteri Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
“Kalau dari Kemenag bahasanya bukan sertifikasi, tapi masih bimbingan perkawainan kepada calon pengantin,” ujarnya kepada Berau Post (jaringan Kaltim Post Group).
Sulaiman menerangkan, sebelumnya bimbingan pernikahan yang diberikan kepada calon istri dan suami hanya ada di kantor urusan agama (KUA). Untuk bimbingan pernikahan, lanjut dia, ditingkatkan kembali dengan sebutan bimbingan pra-nikah yang dilaksanakan Kemenag.
“Saat ini sudah melaksanakan itu. Bimbingan pra-nikah yang diberikan KUA satu hari, dari kami ditambah menjadi dua hari. Bertujuan pemantapan dari sisi kualitas calon pengantin, dalam memahami masalah-masalah rumah tangga,” paparnya.
Dari informasi yang diterima, mengenai wacana diberlakukannya sertifikasi sebagai salah satu syarat pernikahan, bertujuan meningkatkan pemahaman kualitas calon pengantin. Pasalnya, dalam menikah bukan sekadar berkumpul, melainkan harus memahami dengan baik masalah rumah tangga, dan bisa mengelola ekonomi rumah tangga, termasuk masalah kesehatan. “Kalau menikah itu juga mengharapkan punya keturunan, sehingga perlu dilakukan pemeriksa kesehatan ibunya, kemudian pemeriksaan janinnya dan lain sebagainya. Hal itu perlu dilakukan peningkatan bimbingan yang banyak, tidak cukup dengan satu hari. Wacana penerapan sertifikasi itu,” terangnya.
Pada intinya, mengenai wacana sertifikasi, sebagai syarat nikah sudah disetujui dengan kementerian yang lain. Namun, Kemanag belum, lantaran bahasanya masih pemberian bimbingan perkawinan.
“Tujuan sertifikasi itu sendiri untuk menambah kualitas, kapasitas, dan kuantitas. Waktunya supaya ditambah. Rencana Pak Menteri itu terkait sertikasi ingin menambah waktu bimbingan selama berminggu-minggu,” tegasnya.
Tujuan sertifikasi untuk meningkatkan pemahaman calon pengantin, agar memahami betul tentang hak-hak dan kewajiban, baik istri maupun suami dari pandangan agama ataupun norma-norma lainnya.
Dipaparkan, secara konteks dalam pembekalan berupa bimbingan perkawinan memang sangat perlu ditambah waktu. “Bahkan kalau perlu SKPD yang lain bisa terlibat juga,” kuncinya. (*/oke/dra2/k8)