SAMARINDA sepertinya sulit lepas dari kasus tambang. Mulai masalah lubang bekas tambang yang merenggut nyawa hingga penambangan batu bara yang dekat dengan fasilitas umum. Bahkan, keberadaan tambang tersebut membahayakan warga sekitar. Pemadangan itu yang kembali terlihat, (20/11). SMP 25 Samarinda jadi korbannya.
Pada 2015, Aprilia Wulandari meregang nyawa di kolam bekas galian tambang kawasan Lok Bahu, Sungai Kunjang, Samarinda. Saat itu, dia tercatat sebagai pelajar SMP 25 Samarinda.
Nahas, ancaman dari aktivitas pertambangan yang semrawut di Kaltim tidak hanya kepada mantan pelajar sekolah tersebut. Tapi juga terhadap banyak pelajar lain. Seperti yang terlihat di SMP yang beralamat di Jalan Pusaka, Kelurahan Lok Bahu, Kecamatan Sungai Kunjang, itu. Terdapat pengerjaan tambang batu bara di sekitar sekolah.
Kaltim Post menelusuri jejak bisnis pertambangan tersebut. Aktivitas pematangan lahan sekaligus pengerukan emas hitam bukan hanya malam hari. Tapi juga siang hari. Parahnya, saat jam pelajaran sekolah berlangsung. Anak-anak dipaksa menghirup debu dari aktivitas pengupasan lahan.
Saat harian ini datang sekitar pukul 12.15 Wita, aktivitasnya nyaris tak terlihat lantaran ditutupi terpal biru. Namun, gundukan tanah setinggi sekitar 1 meter adalah hasil kupasan lahan dan kerukan. Di pinggir tumpukan tanah, berjejer karung-karung putih yang dalamnya berisi bongkahan batu bara.
Ada jalur tanah yang sedikit lebih ke atas. Di area yang ada di atas, beberapa mobil berjejer. Darminto, kepala SMP 25 Samarinda, membenarkan aktivitas pengupasan lahan sekaligus pengerukan batu bara di depan sekolahnya.
Darminto menunjukkan satu dokumen berupa print dari foto-foto terkait dokumen perihal pengerjaan tersebut. Dalam dokumen itu, ada nama PT TES. “Saya sering komunikasinya sama Pak Arif, ya dari perusahaan itu,” sebutnya.
Padahal, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 04 Tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara mensyaratkan, tambang minimal berjarak 500 meter dari fasilitas umum.
Pria yang baru setahun empat bulan menjabat kepala SMP 25 itu menuturkan, jauh hari sebelum kedatangan pekerja proyek tersebut, ada tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) atas nama Azis.
Dari hasil kedatangan tim Kemendikbud ke Kota Tepian, rekomendasinya adalah diminta menyediakan lahan khusus untuk pengembangan sekolah. Di antaranya untuk laboratorium. “Selang seminggu, Pak Arif datang, menawarkan terkait pematangan lahan. Silakan batunya diambil, tapi untuk pembangunan sekolah tetap berjalan,” ungkapnya.
Sebelumnya sudah ada pembicaraan sebelum pengerjaan itu (pengupasan dan pengerukan batu bara). “Tapi banyak menguntungkan sekolah kok nantinya,” ungkap pria yang sudah belasan tahun mengabdi sebagai tenaga pendidik itu.
Sejauh ini, dua bangunan sudah proses pengerjaan. Darminto menjelaskan, sebelumnya arahan dari Kemendikbud menyiapkan dana Rp 6,8 miliar untuk sekolah tersebut. Dana itu mengucur secara multiyears selama lima tahun untuk melengkapi fasilitas sekolah.
SMP 25 Samarinda juga diminta mempersiapkan lahannya, sebelum dilakukan pembangunan. “Saya disuruh siapkan lahan, satu minggu berselang datang yang mau menambang, ya saya sambut saja,” bebernya.
Pematangan lahan itu diduga hanya kedok untuk memuluskan rencana penambangan emas hitam di samping sekolah. Aktivitas itu sudah berlangsung selama tiga pekan terakhir. Batu bara dari lahan seluas 17.000 meter persegi itu juga sudah ada yang diangkut keluar. Namun, berapa banyaknya batu bara yang telah terangkut, Darminto tidak tahu pasti.