Bambang Iswanto
Dosen IAIN Samarinda
BANYAK sebutan untuk memanggil orangtua laki-laki. Sebagian keluarga di Indonesia menggunakan istilah bapak. Sebagian lagi menggunakan istilah abi atau abah. Ada pula menggunakan sebutan disesuaikan dengan lokalitas-etnik, seperti babe di masyarakat Betawi atau romo pada sebagian masyarakat Jawa.
Pada era modern, masyarakat urban, panggilan orangtua laki-laki memiliki istilah yang semakin bervariasi. Ada sebutan daddy, papa, dan papah. Bahkan, ada keluarga yang menggunakan istilah sendiri seperti pepsye, poya, dan lain sejenisnya.
Dari sekian banyak panggilan, tampaknya panggilan ayah menjadi panggilan yang banyak digunakan. Telinga orang Indonesia tidak asing dengan lagu anak-anak berjudul “Sayang Semuanya” ciptaan Bu Kasur.
Pada salah satu baitnya, “Dua dua juga sayang ayah”. Begitu pula pada lagu ciptaan Ebit G Ade yang bercerita tentang kerasnya perjuangan orangtua laki-lakinya, Ebit menggunakan diksi ayah.
Dari beberapa penyanyi Tanah Air, Ebit termasuk pencipta lagu yang menggunakan pilihan kata yang sesuai dengan kaidah bahasa. Mungkin karena seringnya kosa kata ayah digunakan, ayah dijadikan istilah resmi untuk menyebut sebagai Hari Ayah Nasional, yang ditetapkan setiap 12 November sejak 2016.
Sebelum 2016 dalam lingkungan keluarga inti, hanya dikenal istilah hari anak dan hari ibu. Ternyata, kesadaran tentang perlunya ada sebuah peringatan hari khusus untuk menghargai peranan seorang ayah. Entah mengapa baru bisa direalisasikan kesetaraan gender dalam hal apresiasi peringatan, hingga baru tahun 2016 bisa ditetapkan. Padahal, ayah dan ibu memiliki peran yang sama penting dalam keluarga.
Hari Ayah Nasional di Indonesia harus diakui memang tertinggal jauh dibanding beberapa negara lain. Awal abad ke-12 bahkan sudah ada negara yang memperingati hari ayah. Di beberapa negara Amerika dan Eropa sudah mulai memperingati hari ayah sejak awal abad ke-19. Peran penting seorang ayah dalam keluarga di negara lain sudah diakui dan layak diberi apresiasi secara monumental dalam kalender, sudah jauh-jauh hari.
Bisa jadi, kebanyakan struktur keluarga di Indonesia menerapkan sistem patriarkis, yang terlalu bertumpu kepada peran seorang ayah. Tidak memerlukan ada peringatan hari khusus tentang ayah.
Pada sebagian masyarakat Indonesia, peran ayah sering diposisikan sangat dominan dibandingkan peran ibu. Posisi ibu subordinat dari ayah. Tidak berada dalam posisi paralel sejajar dan bermitra, serta berbagi peran yang saling mengisi. Ayah di atas, ibu di bawah.
Hal di atas tentu merupakan pandangan yang tidak ideal. Peran ibu dan ayah dalam keluarga adalah peran berbagi tanggung jawab yang sama sebagai kepala keluarga. Seorang ayah tidak layak mengklaim berhak mengatur rumah tangga tanpa melibatkan istrinya sebagai ibu dari anak mereka.
Atau bisa jadi sebaliknya. Seorang ibu yang memiliki pendapatan lebih bisa mengatur rumah tangga tanpa mengindahkan suaminya sebagai ayah dari anak mereka. Idealnya keduanya bermitra dan berbagi peran dan tanggung jawab yang seimbang dalam menjalankan bahtera rumah tangga. Demikian pula keseimbangan dalam mengapresiasi peran keduanya dalam sebuah peringatan monumental seperti hari ayah dan ibu.
AYAH DAN IBU SEDERAJAT