Polrestabes Medan diserang kelompok teroris Rabu (13/11). Tak lama berselang, puluhan orang turut diamankan. Di Kaltim, ada indikasi jaringannya menyebar di Samarinda. Tiga pria dibekuk kemarin (19/11).
KOTA Tepian pernah berduka, pada 13 November 2016 silam, tepatnya di Gereja Oikumene, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir. Bom meledak dan menewaskan seorang anak. Waktunya sama dengan kejadian di Medan yang belum lama ini terjadi di Markas Kepolisian Medan.
Tiga terduga jaringan bom Polrestabes Medan ditangkap di Samarinda kemarin. Mereka adalah La Olani, Muhammad Ismail, dan Fajar alias Furqon.
Polisi dengan persenjataan lengkap diketahui telah bergerak sejak pagi sekitar pukul 08.00 Wita. Petugas dengan senyap melakukan penangkapan. Nyaris tak ada yang tahu bagaimana Densus 88 Antiteror Polri bergerak. Sekitar pukul 13.00 Wita, warga di tiga titik dibuat terkejut. Warga Jalan Lumba-Lumba, Jalan Cendana, dan Jalan Sultan Alimuddin, Gang Ketapang.
Tim gabungan kepolisian dibagi menjadi tiga dan melakukan penggeledahan di kediaman ketiga terduga teroris. Pertama diringkus, yakni La Olani. Pria yang bermukim di Jalan Lumba-Lumba, Kelurahan Selili, Kecamatan Samarinda Ilir itu ditangkap di kawasan Pasar Sungai Dama.
Selanjutnya, mengamankan Muhammad Ismail (29) di Jalan Cendana, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang. Tak berapa lama, giliran Fajar alias Furqon (24) yang tinggal di Jalan Sultan Alimudin, Gang Ketapang, Kecamatan Sambutan dibekuk di Jalan Kapten Soedjono (Sejati) (lihat grafis).
Menurut penjelasan Sujemi, warga sekitar yang ditemui harian ini sempat bercerita, rumah Olani berada di atas rumahnya. “Orangnya jarang ngobrol. Kalau lewat ya senyum saja,” ungkapnya. Perawakannya tidak terlalu tinggi. Namun kerap berpenampilan tertutup.
Begitu saat awak Kaltim Post mencoba berbincang dengan istri Olani. Namun, perempuan tersebut enggan meladeni, dan hanya menjawab pertanyaan anggota polisi dan TNI. Istri Olani juga menggunakan cadar saat meladeni pertanyaan polisi.
Tim lain di sebuah rumah toko (ruko) penjual parfum, jadi pusat perhatian warga yang melintas. Di Daus Parfum, tim khusus Densus 88 Antiteror memeriksa hingga lantai dua. Sementara beberapa petugas dengan persenjataan lengkap mensterilkan area.
Warga dilarang mendekat, dan menggunakan alat komunikasinya. Penggeledahan yang mencuri perhatian warga itu juga menyebabkan kemacetan. Petugas membawa sejumlah barang di ruko yang ditinggali Muhammad Ismail dalam penggeledahan yang berlangsung selama 1,5 jam itu.
Ketua RT 18 Karang Anyar Muchlidin menuturkan, pihaknya tidak tahu pasti dengan penggerebekan tersebut. Dirinya hanya diminta sebagai saksi saat kepolisian mengambil sejumlah barang milik Muhammad Ismail.
“Saya cuma diminta jadi saksi waktu polisi ambil barang bukti,” ucapnya setelah keluar dari ruko dua lantai tersebut. “Kasus sabu-sabu sepertinya, saya enggak tahu pasti,” sambungnya. Dari lokasi kediaman Ismail, polisi membawa tujuh plastik bening. Berisi pakaian dan barang lainnya seperti buku.
Ismail sendiri telah bermukim di Jalan Cendana selama setahun terakhir. Namun, dia dikenal jarang berbicara dengan warga sekitar. Saat Ismail dibekuk, lanjut pria yang akrab disapa Didin itu, ada dua orang lainnya yang turut diamankan. “Tiga orang tadi yang ditangkap. Tapi duanya jadi saksi saja, Ismail yang dibawa,” ucapnya.