Pendidikan di Pulau Sabakkatang, Kecamatan Kepulauan Balabalakang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) bisa dibilang masih terbelakang. Aktivitas belajar-mengajar di sekolah terkendala tenaga pendidik.
ROMDANI, Mamuju
GEDUNG berukuran 20x6 meter itu berdiri megah di Pulau Sabakkatang, Kabupaten Mamuju, Sabtu (19/10). Bangunan terdiri dari tiga ruang kelas. Berbahan kayu, berwarna putih dan biru.
Untuk ukuran bangunan yang berdiri di Pulau Sabakkatang, gedung itu cukup megah ketimbang rumah-rumah warga di sekitarnya. Bangunan itu milik SD Negeri Pulau Sabakatang. Namun sore itu sekitar pukul 14.00 Wita sekolah telah tutup. Hari itu juga tidak ada murid yang bersekolah. “Gurunya tidak ada. Jadi sekolah libur,” beber Marendeng, warga Pulau Sabakkatang kepada Kaltim Post.
Dia mengungkapkan, dalam sepekan para murid tak menentu belajar. Kadang sehari masuk sekolah, esoknya sekolah diliburkan. “Bisa juga sehari sekolah, tiga hari libur atau sebaliknya. Tidak menentu. Bergantung guru. Kalau datang ya sekolah. Kalau tak ada, murid diliburkan,” paparnya.
Pria yang di rumahnya membuka toko keperluan sehari-hari itu mengungkapkan, guru SDN Pulau Sabakkatang ada beberapa orang. Namun terkadang dalam tiap mengajar hanya satu guru yang datang. Dari pantauan media ini di papan nama di ruang guru, ada 13 tenaga pengajar termasuk kepala sekolah.
Marendeng menuturkan, SDN Pulau Sabakkatang tak hanya berfungsi untuk proses belajar-mengajar murid SD. Namun satu dari tiga ruang kelas difungsikan untuk mengajar pelajar SMP. “Sekolah ini baru dibuka tahun 2015 lalu,” katanya.
Tidak rutinnya proses belajar-mengajar di sekolah karena guru tinggal di ibu kota Kabupaten Mamuju (Kota Mamuju). Dari Pulau Sabakkatang ke ibu kota Sulbar perlu waktu sekitar 12 jam jalur laut. Atau lebih jauh dari Balikpapan yang memerlukan waktu sekitar 8-9 jam dengan kecepatan kapal sekitar 9 knot.
Karena merasa lebih dekat ke Kaltim, kata Marendeng, sebagian warga menginginkan Pulau Sabakkatang bisa masuk ke provinsi ini. Sehingga guru bisa didatangkan dari Balikpapan. Atau Paser, yang dianggap paling dekat dengan pulau tersebut.
Selain itu, dia menginginkan adanya keseriusan dari pemerintah terhadap proses belajar-mengajar di sekolah di Pulau Sabakkatang. “Kalau perlu ada guru yang dibuatkan mes atau rumah di sini. Jadi mereka bisa tinggal di sini. Murid-murid pun tak khawatir terhadap guru yang tak masuk sekolah,” ucapnya.
Sementara itu, dari pantauan Kaltim Post di pulau tersebut terlihat terlihat sejumlah anak yang tengah bermain di sekolah. Umumnya mereka menggunakan bahasa Mandar saat berinteraksi dengan sesama teman.
Nurhan, salah seorang anak di Pulau Sabakkatang menuturkan, sudah beberapa hari belakangan tak sekolah, karena gurunya pulang ke Kota Mamuju. “Jadi kami menunggu ada guru saja, baru bisa belajar di sekolah,” ucap murid SD kelas 3 itu.
Sebagai bukti kurang seriusnya para guru mengajar para murid itu terlihat dari beberapa anak seusia Nurhan namun belum bisa membaca. Termasuk Nurhan, ada beberapa huruf yang tidak dia ketahui kala awak media ini menulis huruf di pasir.