Bahas Pendanaan Terorisme di Filipina

- Rabu, 13 November 2019 | 11:04 WIB

JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menghadiri pertemuan beberapa badan intelijen dari berbagai negara di Filipina kemarin (12/11). Bahasan utamanya terkait strategi penanganan terorisme lintas negara. 

Diskusi dilakukan dalam forum Counter Terrorism Financing (CTF) Summit 2019. Kepala PPATK Kiagus Badaruddin yang turut hadir mewakili Indonesia menjelaskan bahwa ajang tersebut bertujuan merumuskan solusi untuk praktik terorisme yang makin terorganisir. Terutama dalam segi pendanaan. 

"CTF Summit ini akan menunjukkan peran strategi dalam merumuskan aksi bersama memerangi kejahatan transnasional terorganisir seperti korupsi, perdagangan manusia, dan eksploitasi anak," jelas Badaruddin kemarin. Berbagai macam tindak kejahatan itu tidak lepas dari pendanaan yang besar, sehingga PPATK dalam hal ini juga diharapkan peranannya dalam tindak lanjut laporan transaksi mencurigakan. 

Indonesia menjadi salah satu negara yang menahkodasi program kerjasama antarnegara ini. Beberapa negara lain yang terlibat yakni Australia, Selandia Baru, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Brunei Darussalam. Badan intelijen masing-masing negara bekerjasama dalam menghimpun informasi untuk studi terkait korupsi dan tindak pidana lain yang berhubungan dengan uang. 

Temuan tersebut antara lain adalah skema pencucian uang semakin rumit dan paling mungkin dilakukan oleh orang-orang yang punya pengaruh secara politis. Skema tersebut dirancang sedemikian rupa hingga sulit dilacak jika transaksi sudah dilakukan di luar wilayah hukum lembaga penegak hukum suatu negara. "Ini dirancang untuk menyembunyikan asal-usul dana hasil kejahatan dan melibatkan pergerakan dana melintasi berbagai yuridiksi dalam maupun di luar ASEAN," lanjutnya. 

Sebelumnya, Indonesia bersama negara-negara tersebut telah menyusun sistem khusus untuk mempermudah pertukaran informasi transaksi antar negara. Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa sistem tersebut akan mulai digunakan pada 2020. 

Harapannya, sistem tersebut bisa memangkas proses birokrasi permohonan data transaksi yang biasanya memakan waktu lama karena surat-menyurat manual. "Kita menginginkan informasi yang cepat dan akurat melalui sistem ini," jelasnya. (deb)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Desak MK Tak Hanya Fokus pada Hasil Pemilu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:36 WIB

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB
X