8,34 Persen Wilayah Kukar Lubang Tambang

- Selasa, 12 November 2019 | 13:38 WIB

DRD mengadakan diskusi di kantor Bappeda Kukar kemarin (11/11). Bupati Edi Damansyah membeberkan keadaan konsesi pertambangan saat ini di Kukar.

 

TENGGARONG - Tak bisa dimungkiri, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dikepung konsesi pertambangan. Lahan terganggu pascatambang di Kukar pun menjadi persoalan serius yang patut ditangani. Bupati Kukar Edi Damansyah membeberkan persoalan tersebut di hadapan sejumlah stakeholder di ruang serba guna kantor Bappeda Kukar, kemarin (11/11).

Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi bersama stakeholder yang digelar Dewan Riset Daerah (DRD) Kukar. Diskusi itu dihadiri pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim. Bupati tak menampik Kukar masih bergantung pada sektor sumber daya alam (SDA). Setidaknya, 64,91 persen struktur ekonomi Kukar masih berasal dari sektor pertambangan.

Sementara pertanian dalam arti luas hanya sekitar 12,98 persen. Edi pun memiliki harapan luasan serta besarnya pengaruh aktivitas tambang di Kukar tersebut, bisa dibalik dan menarik sektor pertanian menjadi lebih besar. Salah satu yang dilakukan dengan memanfaatkan kawasan lahan pascatambang bisa dimanfaatkan sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.

“Apalagi saat ini sebaran perizinan tambang di Kukar sangat mendominasi. Nah, ini yang ingin saya selesaikan. Bagaimana nanti lahan-lahan pascatambang ini bisa dimanfaatkan,” ujarnya.

Menurut dia, sekitar 8,3 persen luas wilayah Kukar merupakan lubang eks tambang. Persentase tersebut setara dengan 218.311,99 hektare. Luasan itu lebih besar daripada ketersediaan lahan untuk mengakomodasi pembangunan yang baru sekitar 6,3 persen dari wilayah Kukar atau seluas 27.263 kilometer persegi.

“Makanya kami coba identifikasi lahan-lahan yang tersedia. Termasuk menyamakan pemahaman kita antar-stakeholder. Baik pemerintah pusat maupun daerah. Sebab, regulasi dan pemahaman antar banyak pihak terkadang berbeda. Misalnya, antara pemerintah daerah dan pusat,” imbuhnya.

Ia mencontohkan, hasil identifikasi persoalan pascatambang di Kecamatan  Sangasanga. Ia memerincikan, jumlah IUP di Sangasanga yang sudah berakhir masa izinnya ada 23 perusahaan. Tercatat lahan yang terganggu 870,31 hektare sedangkan tidak terganggu 710,48 hektare. Ironisnya, sebagian besar perusahaan yang telah berakhir izinnya masih menunggak dalam urusan reklamasi.

"Nah, kami ingin mengusulkan atau mengajukan pengelolaan pascatambang juga kadang terkendala penyerahan lahan pascatambang kepada pemerintah pusat. Mungkin penyebabnya juga karena secara administrasi belum diselesaikan. Inilah yang kami segera cari solusinya,” imbuh Edi lagi.

Ia berharap, pengelolaan pascatambang nantinya bisa didorong menjadi kawasan pertanian. Ini juga menjadi salah satu peluang untuk menciptakan ketahanan pangan sebagai persiapan ibu kota negara. Hal ini sudah dilakukan di sejumlah wilayah termasuk Kecamatan Tenggarong Seberang. (qi/kri/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X