Tersandung Gratifikasi, Proyek Belum Jelas

- Selasa, 12 November 2019 | 12:54 WIB

BALIKPAPAN–Kelanjutan proyek preservasi jalan nasional Samarinda, Bontang, dan Sangatta senilai Rp 155 miliar masih samar. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) masih melakukan telaah seusai operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap kepala BPJN Wilayah XII Balikpapan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hingga kontraktor.

Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah II Kaltim Anashtasia Tota Frisca menuturkan, paket kegiatan yang telah selesai dilelang masih dikonsultasikan dengan bagian hukum Kementerian PUPR. Termasuk meminta tanggapan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

“Sampai sekarang, kami masih menunggu jawaban tertulis dari pusat, Pak,” katanya kepada Kaltim Post, Senin (11/11). Lanjut dia, PPK yang baru untuk menangani proyek tersebut juga telah ditunjuk. Yakni, Hery Susanto yang sebelumnya bertugas di Satker PJN Wilayah II Kaltim.

Nantinya, PPK yang baru ditunjuk bertugas mengawasi kelanjutan proyek preservasi jalan yang dikerjakan sejak tahun lalu itu. “Jadi, per 15 Oktober tetap on schedule (sampai hari ini),” ucapnya. Ditemui terpisah, Kepala BPJN Wilayah XII Balikpapan Budiamin yang belum lama dilantik, tak berkomentar banyak mengenai kelanjutan proyek yang bermasalah hukum itu.

“Saya tidak paham dengan detail pekerjaan tersebut,” katanya seraya menuturkan, baru sebatas mengetahui penunjukan PPK yang baru. “Hanya itu yang saya tahu,” imbuhnya. Dikatakan, pihaknya masih melakukan konsolidasi internal terkait dengan kelanjutan preservasi jalan yang membentang dari Samarinda-Bontang hingga Sangatta itu.

Terutama dengan PJN Wilayah II Kaltim selaku penanggung jawab kegiatan tahun jamak itu. “Proyeknya masih jalan. Kepala Satkernya (Satker PJN II Kaltim) masih konsultasi dengan pimpinan di Jakarta. Nanti saya sampaikan kalau sudah ada keputusan pimpinan,” kata mantan kepala BPJN IX Mataram itu.

Sebelumnya, KPK melakukan OTT di Samarinda dan Bontang, Selasa (15/10). Kegiatan itu membuka praktik curang pengaturan pengadaan barang dan jasa di provinsi ini. Khususnya pengaturan pemenang lelang proyek pemeliharaan jalan.

Gratifikasi itu menyeret pemborong dan aparatur sipil negara (ASN) sebagai tersangka. Yakni, Hartoyo (HTY), selaku direktur PT Harlis Tata Tahta (HTT). Juga, Refly Tuddy Tangkere (RTU), kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan dan Andi Tejo Sukmono (ATS ), pejabat pembuat komitmen (PPK) di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional XII Balikpapan.

Ketiganya diduga bermufakat jahat terkait pekerjaan preservasi jalan di Sp 3 Lempake (Samarinda)-Sp 3 Sambera-Santan-Bontang-dalam Kota Bontang-Sangatta (Kutim) dengan anggaran tahun jamak 2018–2019. Nilai kontraknya Rp 155,5 miliar. Dalam proses pengadaan proyek, Hartoyo diduga memiliki kesepakatan untuk memberikan commitment fee kepada Refly Tuddy Tangkere dan Andi Tejo Sukmono.

Commitment fee yang diduga disepakati adalah sebesar total 6,5 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi pajak. Refly diduga menerima uang tunai dari Hartoyo sebanyak delapan kali. Dengan besaran masing-masing pemberian uang sekitar Rp 200–300 juta. Adapun jumlah total uang sekitar Rp 2,1 miliar terkait pembagian proyek-proyek yang diterima Hartoyo.

Sementara itu, Andi Tejo diduga menerima setoran uang dari Hartoyo dalam bentuk transfer setiap bulan melalui rekening atas nama berinisial BSA. Rekening tersebut diduga sengaja dibuat untuk digunakan menerima setoran uang dari Hartoyo. Andi Tejo juga menguasai buku tabungan dan kartu ATM rekening tersebut. Serta mendaftarkan nomor teleponnya sebagai akun SMS banking.

Rekening tersebut dibuka pada 3 Agustus 2019 dan menerima transfer dana pertama kali dari Hartoyo pada 28 Agustus 2019. Transfer dana itu masuk sebelum PT HTT diumumkan sebagai pemenang lelang pekerjaan pada 14 September 2019 dan menandatangani kontrak pada 26 September 2019. Rekening milik Andi Tejo menerima transfer uang dari Hartoyo dengan nilai total Rp 1,59 miliar. Serta, telah digunakan untuk kepentingan pribadinya Rp 630 juta.

Selain itu, Andi Tejo beberapa kali menerima pemberian uang tunai dari Hartoyo senilai total Rp 3,25 miliar. Uang yang diterima Andi Tejo dari Hartoyo salah satunya merupakan sebagai pemberian “gaji” sebagai PPK proyek pekerjaan yang dimenangkan PT HTT. “Gaji” tersebut diberikan kepada Andi Tejo sebesar Rp 250 juta setiap kali ada pencairan uang pembayaran proyek kepada PT HTT.

Setiap pengeluaran PT HTT untuk gaji Andi Tejo, dicatat oleh ROS selaku staf keuangan PT HTT dalam laporan perusahaan. Untuk diketahui, PT HTT berkantor pusat di Bontang.

Pengamat jasa konstruksi Kaltim Slamet Suhariadi menyarankan Kementerian PUPR untuk melakukan pemutusan kontrak terhadap PT Harlis Tata Tahta. Sanksi pemutusan kontrak itu telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Saat para pihak bermasalah hukum dapat dilakukan pemutusan kontrak.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X