PROKAL.CO, SAMARINDA - Borneo Orangutan Survival Foundation (Yayasan BOS) dan PT. Restorasi Habitat Orangutan Indonesia (RHOI) kembali melepasliarkan tiga orangutan hasil rehabilitasi ke Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Tiga orangutan yang akan dilepasliarkan kali ini adalah pasangan ibu-anak Jubaedah (20 tahun) dan Jubaedi (2), serta jantan dewasa bernama Titon (19). Jubaedah dan Jubaedi kami selamatkan di awal tahun ini.
Mereka menderita luka-luka dan malnutrisi parah. Setelah menjalani perawatan selama beberapa bulan, mereka kini telah sepenuhnya pulih dan siap dilepasliarkan.
Sementara Titon adalah orangutan yang lahir di Samboja Lestari dan seiring waktu, ia mengasah keterampilan alami dan bertambah mandiri. Kini Titon dinilai telah siap untuk hidup liar di habitatnya.
Pelepasliaran ini membuat jumlah populasi orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen menjadi 118 individu.
Pelepasliaran ini yang juga bekerjasama dengan BKSDA Kaltim ini melengkapi 6 kali kegiatan pelepasliaran sepanjang tahun 2019 dan memulangkan 21 individu orangutan ke habitat alami.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Sunandar Trigunajasa N mengatakan masih banyak orangutan di Pusat Rehabilitasi Orangutan Samboja Lestari yang menanti untuk dibebaskan.
"Untuk bisa merealisasikan upaya pelestarian orangutan dan perlindungan habitatnya secara menyeluruh, kami membutuhkan dukungan dan partisipasi semua pihak," ujar Sunandar dalam rilisnya.
Pelepasliaran orangutan kembali ke habitat, sangat penting. Karena, semua merasakan manfaat akhir dari kehadiran orangutan di hutan, yaitu udara segar, air bersih, iklim yang teratur, serta berbagai bahan obat-obatan.
CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite mengatakan masih banyak orangutan yang menanti kesempatan untuk dilepasliarkan. Namun, harus mencari hutan baru untuk tempat pelepasliaran. Hutan Kehje Sewen telah mendekati kapasitas maksimalnya, menampung 150 orangutan.
"Menurut perhitungan kami, ruang tersisa hanya cukup untuk 30 individu lagi. Kami sangat membutuhkan hutan baru yang dikelola dalam skema IUPHHK-RE sebagai situs pelepasliaran orangutan, dan kami butuh semua pihak membantu mendapatkan ini," ujar Jamartin. (mym)