Kurangi Produksi Sampah dari Diri Sendiri

- Minggu, 10 November 2019 | 23:24 WIB

Sampah datang dari semua lapisan masyarakat. Tidak peduli status jabatannya, setiap manusia menghasilkan sampah. Jadi tidak seharusnya saling menyalahkan.

 

TANPA disadari, pemikiran tersebut dapat menerbangkan seorang pemuda ke Oslo, Norwegia, Eropa Utara Oktober lalu. Perjalanan Muhammad Wawan Adi Saputra ke sana bukan hanya berwisata. Namun mengemban tugas sebagai salah satu dari lima perwakilan Indonesia, untuk berdiskusi mengenai lingkungan bersama delegasi negara lainnya dalam ajang Our Ocean Youth Summit 2019.

Yakni, konferensi internasional yang bertujuan membangun kemitraan antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil untuk menerapkan pengetahuan, teknologi, dan keuangan dalam tindakan untuk memenuhi tantangan yang dihadapi lautan. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan generasi mendatang.

“Aku nggak bakal bisa pergi ke Oslo, kalau tidak terpilih di Indonesia Youth Marine Debris di Jakarta, Agustus lalu. Di sana seleksi diikuti sekitar 40 peserta dari seluruh Indonesia. Kebetulan aku terpilih mewakili Kaltim,” tutur Wawan, mahasiswa semester lima FKIP Biologi, Universitas Mulawarman. Saat itu kontingen yang terpilih dengan projek menariknya datang dari Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Barat, Jakarta, dan Sumatra Utara.

Berkat keikutsertaannya di GMSS-SKM (Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus) dan Gemmpar (Gerakan Merawat dan Menjaga Parit). Dia berhasil menciptakan gerakannya di kota kelahirannya Bontang, bernama Bontang Clean Action.

Pengalamannya mengajak puluhan remaja dan pegiat lingkungan untuk membersihkan Beras Basah, berhasil membuat juri kala itu tertarik. Apalagi pada aksi tersebut berhasil mengumpulkan 554 kg sampah.

Our Ocean Youth Summit 2019 berlangsung mulai 23–24 Oktober. Di sana Wawan berkelompok dengan delegasi Kanada, Belanda, dan Norwegia. “Aku baru sadar kalau permasalahan sampah di Benua Asia begitu tinggi. Sedangkan untuk Benua Barat, mereka fokus dengan pemanasan global dan perubahan iklim. Walaupun saling berkaitan, sebenarnya banyak perbedaannya,” tutur dia.

Hal yang tidak bisa dilupakan ialah menceritakan gerakan Bontang Clean Action di Beras Basah. Juga, masalah Sungai Karang Mumus, dan masalah tersumbatnya selokan karena minyak jelantah. “Banyak yang kaget saat aku cerita masalah tersebut. Karena negara maju fokus dengan teknologi untuk mengurangi sampah. Padahal, menurutku cara mengurangi sampah itu dari diri sendiri, bukan teknologi,” ujarnya.

Dia menambahkan, jika saja manusia lebih menghargai semua barang yang dimiliki, termasuk plastik. Maka semuanya tidak akan terbengkalai dan mengembara ke daratan maupun perairan di dunia. “Pada awalnya plastik juga diciptakan bukan untuk mengotori, tapi kita saja yang lalai dan seenaknya,” pungkas Wawan. (* /yui/dns/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X