Mahyudin masuk daftar segelintir politikus Kaltim yang berhasil berkiprah di pusat. Berawal sebagai wakil sekretaris Golkar di Kutai Timur (Kutim) medio 1997–2000, mantan bupati Kutim itu dikenal sebagai mantan wakil ketua MPR RI. Kemudian awal Oktober lalu dia terpilih menjadi wakil ketua DPD RI periode 2019–2024.
PRAM SOESANTO, Jakarta
KENAPA politikus kelahiran Tanjung Tabalong, 8 Juni 1970 itu hijrah ke DPD yang kewenangannya kerap dianggap kalah mentereng dibanding DPR. Apa rencana Mahyudin agar usulan ibu kota negara di Kaltim tak diadang kekuatan politik serta nasib karier politiknya kelak selepas mengabdi di DPD RI. Berikut hasil wawancaranya.
Bagaimana tanggapan Anda soal sikap beberapa fraksi di DPR yang terlihat tak jelas terkait pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kaltim?
Bukan mereka ragu-ragu tapi ada beberapa fraksi yang ingin dikonkretkan tentang rencana pemindahan ibu kota itu, detailnya seperti apa. Ada juga yang ingin menunda, ada juga yang menolak.
Namun, prinsipnya, setahu saya DPR setuju IKN di Kaltim. Hanya ingin segera disiapkan detail perencanaannya untuk pemindahan ibu kota itu. Jadi, saya sangat yakin bahwa ibu kota masih bisa pindah. Sejauh keadaan negara kita aman, tak ada masalah.
Prediksi Anda, apa ada hambatan lain selain soal politik?
Terutama (kekhawatiran) tiba-tiba dunia kena resesi ekonomi. Kemudian Indonesia kena (resesi) juga, kan jadi susah pindahnya.
Apa karena ancaman resesi mulai melanda Amerika dan Eropa?
Ya, mudah-mudahan imbasnya tidak terlalu sampai ke Indonesia. Tidak seperti (krisis ekonomi) 1998. Kalau seperti 1998, tentu rencana seperti itu (IKN) pasti tertunda. Kalau sekarang sih saya masih optimistis. Bahwa ibu kota negara itu bisa pindah ke Kaltim sesuai progres.